Pengaruh Nilai Industri dan Perdagangan, Nilai Eksport Industri, Pertambangan Batu bara, Pertanian Produksi Beras, Perkebunan Produksi Sawit, Perikanan Darat, Ketersediaan Pajang Jalan terhadap APBD
pada Propinsi Jambi Tahun 2000 – 2003
Pendahuluan.
Regresi linear merupakan suatu metode analisis statistik yang mempelajari pola hubungan antara dua atau lebih variabel. Pada kenyataan sehari-hari sering dijumpai sebuah kejadian dipengaruhi oleh lebih dari satu variabel, oleh karenanya dikembangkanlah analisis regresi linier berganda dengan model :
Adanya metode analisis regresi ini sangat menguntungkan bagi banyak pihak, baik di bidang sains, sosial, industri maupun bisnis. Salah satu pemanfaatan analisis regresi adalah pada dunia bisnis atau yang berkaitan dengan aktifitas pemasaran
Tujuan.
Untuk Mengetahui Pengaruhan Nilai Industri & Perdagangan, Nilai Eksport Industri, Pertambangan Batu bara, Pertanian Produksi Beras, Perkebunan Produksi Sawit, Perikanan Darat, Ketersediaan Pajang Jalan terhadap APBD pada Propinsi Jambi Tahun 2000 – 2003.
Analisis Regresi.
Analisis regresi merupakan sebuah alat statistik yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih. Dalam analisis regresi, dikenal dua jenis variabel yaitu :
-Variabel Respon disebut juga variabel dependent yaitu variabel yang keberadaannya diperngaruhi oleh variabel lainnya dan dinotasikan dengan Y.
-ariabel Prediktor disebut juga variabel independent yaitu variabel yang bebas (tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya) dan dinotasikan dengan X.
Analisis Regresi Linier Berganda (Multiple Linier Regression).
Analisis regresi linier berganda memberikan kemudahan bagi pengguna untuk memasukkan lebih dari satu variabel prediktor hingga p-variabel prediktor dimana banyaknya p kurang dari jumlah observasi (n). Sehingga model regresi dapat ditunjukkan sebagai berikut :
Karena model diduga dari sampel, maka secara umum ditunjukkan sebagai
berikut :
Salah satu prosedur pendugaan model untuk regresi linier berganda adalah
dengan prosedur Least Square (kuadrat terkecil). Konsep dari metode least square adalah menduga koefisien regresi (β) dengan meminimumkan kesalahan (error). Sehingga dugaan bagi β (atau dinotasikan dengan b) dapat dirumuskan sebagai berikut (Draper and Smith, 1992) :
Dimana :
-X :Matriks 1 digabung dengan p-variabel prediktor sebagai kolom dengan n buah observasi sebagai baris.
-Y : Variabel respon yang dibentuk dalam vektor kolom dengan n buah observasi Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model yang paling sesuai (memiliki error terkecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis sebagai berikut:
Analisis terhadap nilai R2 dan R2adj.
R2 dapat diartikan sebagai suatu nilai yang mengukur proporsi atau variasi total di sekitar nilai tengah Y yang dapat dijelaskan oleh model regresi. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1.
Dalam statistik ini telah dilakukan penyesuaian terhadap derajat bebas jumlah kuadrat sisa (JKSp) dan jumlah kuadrat total terkoreksi (Drapper and Smith, 1992)
Uji residual
Karena model regresi yang dibentuk didasarkan dengan meminimumkan jumlah kuadrat error, maka residual (sisaan) yang dalam hal ini dianggap sebagai suatu kesalahan dari pengukuran harus memenuhi beberapa asumsi, diantarannya :
• Identik : memiliki varian yang konstan
• Independen (saling bebas) : tidak ada autokorelasi antar residual
• Berdistribusi Normal
Uji model regresi
Uji model regresi sebaiknya dilakukan dengan dua macam, yaitu :
Uji serentak. Uji serentak merupakan uji terhadap nilai-nilai koefisien regresi (b) secara bersama-sama dengan hipotesa
H0 : β1 = β2 = ... = βp = 0
H1 : Minimal ada 1 β yang tidak sama dengan nol.
Statistik uji yang dipakai untuk melakukan uji serentak ini adalah statistik uji F
Uji individu. Jika hasil pada uji serentak menunjukkan bahwa H0 ditolak, maka perlu dilakukan uji individu dengan hipotesa :
H0 : βi = 0
H1 : βi ≠ 0
Untuk pengujian ini digunakan statistik uji t
Analisis Adanya outlier.
Outlier (pencilan) merupakan pengamatan yang tidak lazim (aneh) dalam variabel prediktor (X) atau variabel respon (Y). Keanehan pada variabel X disebut leverage dan dapat diuji dengan hii yang merupakan jumlah kuadrat kolom pertama dari matriks H dimana H adalah matriks idempoten dan simetris
berukuran (n x n) sebagai berikut :
H = X(X’X)-I X’
hii = h11 + h12 +.... h1n
Nilai hii berkisar antara 0 dan 1. Kecurigaan adanya leverage adalah pada saat nilai hi diatas 0.5. Keanehan pada variabel Y disebut outlier dan dapat dideteksi dengan pengujian standar residual (menggunakan grafis).
Uji multikolinieritas.
Adanya korelasi yang tinggi antar variabel prediktor dinamakan multikolinieritas. Jika kasus ini terjadi dalam regresi linier, maka variabilitas bi akan tidak efisien (overweight). Untuk melihat adanya multikolinieritas dapat digunakan VIF (Variance Inflation Factor) dengan rumus sebagai berikut :
Dimana,
-VIF = 1 mengindikasikan tidak ada korelasi yang signifikan antar variabel prediktor; VIF > 1 mengidikasikan bahwa ada korelasi antar variabel prediktor ;
-VIF > 5 - 10 mengindikasikan bahwa ada salah satu variabel prediktor merupakan fungsi dari variabel prediktor yang lain.
Metodologi Penelitian.
Untuk tujuan yang telah dikemukakan pada pendahuluan diatas, dikumpulkan data nilai tentang perkembangan pertumbuhan ekonomi Propinsi Jambi Periode 2000 – 2003, selanjut nya variabel-varibel tersebut dipilah menjadi ;
terhadap pada Propinsi Jambi Tahun 2000 – 2003.
Y = APBD,
X1 = Nilai Industri & Perdagangan,
X2 = Nilai Eksport Industri,
X3 = Pertanian Produksi Beras,
X4 = Pertambangan Batu bara,
X5 = Perkebunan Produksi Sawit,
X6 = Perikanan Darat,
X7 = Ketersediaan Pajang Jalan
Tabel. PERKEMBANGAN SEKTOR EKONOMI, SDA, INFRA STRUKTUR DAN APBD PROPINSI JAMBI PERIODE 2000 – 2003
Analisis Data dan Pembahasan.
Nilai yang akan diregresikan di natural log kan, karena variabel memiliki rentang nilai yang tidak seragam.
Correlation
Corelation coeffisien adalah ukuran hubungan linier antara dua variable acak X dan Y dan dilambangkan dengan r. Jadi r mengukur sejauh mana titik - titik mengerombol sekitar sebuah garis lurus. Arti nilai negative dari correlation coefisien yaitu adanya hubungan antara dua variable yang masing-masing mempunyai kencendrungan nilai yang semakin menurun (dalam grafik digambarkan dengan garis yang menurun) (Indoskripsi 2009 PCF Forecasting - http://one.indoskripsi.com/node/7660)
Hubungan korelasi setiap variabel bebas terhadap variabel terikat adalah (Lampiran. 1)
X1 = Nilai Industri & Perdagangan,= 0.968 (96.8%) dengan siginifikan = 0.16
X2 = Nilai Eksport Industri,= 0.721 (72.1%) dengan siginifikan = 0.14
X3 = Pertanian Produksi Beras, = -0.797 (-79.7 dengan siginifikan 0.101
X4 = Pertambangan Batu bara,= -0.689 (-68%) dengan siginifikan = 0.155
X5 = Perkebunan Produksi Sawit,= 0.958 (95.8%) dengan siginifikan = 0.021
X6 = Perikanan Darat,= 0.424 (42.4%) dengan siginifikan = 0.288
X7 = Ketersediaan Pajang Jalan = 0.943 (94.3%) dengan siginifikan = 0.028
Model Summary
Model summary atau nilai determinasi merupakan nilai untuk melihat kerterkaitan hubungan. R2 dapat diartikan sebagai suatu nilai yang mengukur proporsi atau variasi total di sekitar nilai tengah Y yang dapat dijelaskan oleh model regresi. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1. (Nurhayati, M. 2008. Analisis Data Regresi.
http://pksm.mercubuana.ac.id/modul/99020-12-659054692896.doc)
Nilai determinasi untuk semua variabel bebas terhadap variabel terikat dapat dilihat pada tabel dibawah ini;
Nilai determinasi sangat erat atau keterkaitan antara variabel bebas terhadap variabel terikat sangat erat dengan nilai 1 atau 100%. Nilai Durbin-Watson adalah 1.2 yang berarti bahwa tidak terjadi suatu autokorelasi karena niali 1.2 terletak diatara df 1 < 1.2 < d2 .
Anova.
Model ini digunakan untuk melihat pengaruh semua varibel bebas terhadap variabel terikat. Atau juga disebut uji F. Untuk mengetahui nilai F hitung dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
F hitung lebih kecil dari F tabel, namun tidak dicantumkanya nilai tersebut, indikasi signifikan dapat dilihat dari kode huruf a kecil yang bermakna signifikan.
Coefficient
Nilai pada tabel coeffisien tesebut merupakan nilai log, sehingga persamaan regresi dapat di buat sebagai berikut
Y = -18.058 -0.938x3 – 0.378x6 + 8.953x7 + e
Sedang faktor lain tidak memenuhi beberapa asumsi dan secara statistik dinyatak dengan signifikan. Selanjut nya persamaan regrese tersebut dikembalikan ke bukan bilangan logaritma, sehingga muncul persamaan regresi sebagai berikut;
Y = 8,74E-19 + 8,66x3 + 2,387x6 + 89.428.794,5x7 + e
Dari makna persamaan regresi diatas adalahh, setiap peningkatan 1 ton Pertanian Produksi Beras akan menghasilkan APBD sejumlah Rp8.6 juta, setiap Peningaktan 1 ton perikanan darat akan meningkatakan APBD sebesar Rp2.38 juta dan setiap penambahan 1 km jalan akan meningkatan APBD sebanyak Rp89 juta.
Daftar Pustaka
Anderson dkk (1984), “Multivariate Data Analysis – Fifth Edition”, Prentice Hall International.Inc, New Jersey
Drapper and Smith (1992), “ Analisis Regresi Terapan”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
BEST UNIVERSITY 2011
- HARVARD BUSINESS SCHOOL
- UNIVERSITY OF CAMBRIDE
- YALE UNIVERSITY
- UNIVERSITY COLLEGE LONDON
- IMPERIAL COLLEGE LONDON
- UNIVERSITAS OXFORD
- UNIVERSITAS CHICAGO
- UNIVERISTAS PRINCETON
- MASSACHUSETTS INSTITUTE OF TECHNOLOGI
- EBSCO Publishing
- CALIFORNIA INSTITUTE OF CALIFORNIA
- INFO BEA SISWA
- FORUM TATA RUANG JAMBI
Kamis, 30 Juli 2009
Senin, 27 Juli 2009
PENGARUH DOSEN TERHADAP MAHASISWA YANG DIWISUDA
DI UNIVERSITAS JAMBI TAHUN 2001 – 2005
Untuk mengetahui pengaruh Dosen terhadap Mahasiswa yang Diwisuda perlu dilakukan suatu analisis, untuk itu perlu dilakukan analisis regresi sederhana untuk mengetahui pengaruhnya, lebih jelasnya untuk melihat pengaruh tersebut dapat disajikan dibawah ini:
Korelasi.
Hubungan atau korelasi antara Dosen dengan Mahasiswa yang diwisuda tidak begitu kuat dan tidak begitu lemah, ini dapat diketahui dari nilai Pearson Correlatio Dosen sebesar 0.647 atau 64.7% dengan tingkat signifikannya 0.119 (11,9%). Dan 35.3 % kekautan korelasi dipengaruhi oleh faktor selain Dosen.
Nilai Determinasi.
Nilai determinasi atau Model Summary merupakan model yang digunakan untuk mengetahui dari kekuatan keterkaitan, adapun nilai determinasi pada tabel diatas sebesar 0.419. Artinya keterkaitan variabel bebas terhdap variabel terikat sebanyak 41.9%.
Anova.
Tabel Anova digunakan untuk melihat hasil uji F. Dai tabel Anova tersebut terlihat bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel. Artinya variabel dosen berpengaruh nyata terhadap variabel mahasiswa yang diwisuda.
Regresi.
Persamaan regresi dapat dtulis dengan rumus Y = a + bx1 + e, dari tabel diatas dapat dimasukan persamaan tersebut mwenjadi :
Y = -335.286 + 2,414x1 + e
Maknanya adalah, setiap penambahan 1 orang dosen akan meningkatkan jumlah mahasiswa diwisuda sebanyak 2, 4 orang ( 2 orang).
Kayaknya klu cuma 2 orang pertahun tiap dosen bisa membuat 2 mahasiswa diwisuda itu adalah pekerjaan yang tidak efisien dan efektif.
Nah whats wrong....?
Next on.......Iam The Lead its...
DI UNIVERSITAS JAMBI TAHUN 2001 – 2005
Untuk mengetahui pengaruh Dosen terhadap Mahasiswa yang Diwisuda perlu dilakukan suatu analisis, untuk itu perlu dilakukan analisis regresi sederhana untuk mengetahui pengaruhnya, lebih jelasnya untuk melihat pengaruh tersebut dapat disajikan dibawah ini:
Korelasi.
Hubungan atau korelasi antara Dosen dengan Mahasiswa yang diwisuda tidak begitu kuat dan tidak begitu lemah, ini dapat diketahui dari nilai Pearson Correlatio Dosen sebesar 0.647 atau 64.7% dengan tingkat signifikannya 0.119 (11,9%). Dan 35.3 % kekautan korelasi dipengaruhi oleh faktor selain Dosen.
Nilai Determinasi.
Nilai determinasi atau Model Summary merupakan model yang digunakan untuk mengetahui dari kekuatan keterkaitan, adapun nilai determinasi pada tabel diatas sebesar 0.419. Artinya keterkaitan variabel bebas terhdap variabel terikat sebanyak 41.9%.
Anova.
Tabel Anova digunakan untuk melihat hasil uji F. Dai tabel Anova tersebut terlihat bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel. Artinya variabel dosen berpengaruh nyata terhadap variabel mahasiswa yang diwisuda.
Regresi.
Persamaan regresi dapat dtulis dengan rumus Y = a + bx1 + e, dari tabel diatas dapat dimasukan persamaan tersebut mwenjadi :
Y = -335.286 + 2,414x1 + e
Maknanya adalah, setiap penambahan 1 orang dosen akan meningkatkan jumlah mahasiswa diwisuda sebanyak 2, 4 orang ( 2 orang).
Kayaknya klu cuma 2 orang pertahun tiap dosen bisa membuat 2 mahasiswa diwisuda itu adalah pekerjaan yang tidak efisien dan efektif.
Nah whats wrong....?
Next on.......Iam The Lead its...
Sabtu, 25 Juli 2009
Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias (David, Keith, 1985). Gibson, James L. et.al., (1982) menerangkan bahwa kepemimpinan adalah konsep yang lebih sempit daripada manajemen.
Manajer dalam organisasi formal bertanggung jawab dan dipercaya dalam melaksanakan fungsi manajemen. Pemimpin kadang terdapat pada kelompok informal, sehingga tidak selalu bertanggung jawab atas fungsi-fungsi manajemen. Seorang manajer yang ingin berhasil maka dituntut untuk memiliki kepemimpinan yang efektif.
Bagaimana usaha seorang pemimpin untuk mempengaruhi orang lain atau agar bawahan mengikuti apa yang diperintahkan akan sangat tergantung dari gayakepemimpinan yang digunakan. Namun demikian tidak ada gaya kepemimpinan yang efektif berlaku umum untuk segala situasi (Gibson, James L. et.al., (1982).
Gaya kepemimpinan menurut Davis, Keith. (1985) adalah pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan oleh para pegawainya. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, ketrampilan, dan sikap pemimpin dalam politik.
Terdapat 3 jenis gaya kepemimpinan (leadership style) yang sangat berpengaruh terhadap efektivitas seorang pemimpin yaitu gaya autokratis, demokratis/partisipatif, dan bebas kendali (Reksohadirpodjo, S dan T. Hani Handoko. 1986; David. Keith, 1985).
Penelitian tentang gaya kepemimpinan dilakukan oleh Sutanto, Eddy Madiono dan Budhi Setiawan (2003) untuk menguji gaya kepemimpinan yang efektif di Toserba Sinar Mas, Sidoarjo, dari penelitian tersebut diketahui adanya hubungan antara gaya kepemimpinan dengan semangat dan kegairahan kerja.
Diungkapkan pula bahwa gaya kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi (Contingency). Indikasi turunnya semangat dan kegairahan kerja ditunjukkan dengan tingginya tingkat absensi dan perpindahan pegawai.
Hal itu timbul sebagai akibat dari kepemimpinan yang tidak disenangi. Perilaku pemimpin merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Menurut Miller et al. (1991) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai hubungan yang positif terhadap kepuasan kerja para pegawai.
Hasil penelitian Gruenberg (1980) diperoleh bahwa hubungan yang akrab dan saling tolong-menolong dengan teman sekerja serta penyelia adalah sangat penting dan memiliki hubungan kuat dengan kepuasan kerja dan tidak ada kaitannya dengan keadaan tempat kerja serta jenis pekerjaan.
Salah satu faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja ialah sifat penyelia yang tidak mau mendengar keluhan dan pandangan pekerja dan mau membantu apabila diperlukan (Pinder, 1984).
Hal ini dibuktikan oleh Blakely (1993) dimana pekerja yang menerima penghargaan dari penyelia yang lebih tinggi dibandngkan dengan penilaian mereka sendiri akan lebih puas, akan tetapi penyeliaan yang terlalu ketat akan menyebabkan tingkat kepuasan yang rendah (King et al.,1982).
Manajer dalam organisasi formal bertanggung jawab dan dipercaya dalam melaksanakan fungsi manajemen. Pemimpin kadang terdapat pada kelompok informal, sehingga tidak selalu bertanggung jawab atas fungsi-fungsi manajemen. Seorang manajer yang ingin berhasil maka dituntut untuk memiliki kepemimpinan yang efektif.
Bagaimana usaha seorang pemimpin untuk mempengaruhi orang lain atau agar bawahan mengikuti apa yang diperintahkan akan sangat tergantung dari gayakepemimpinan yang digunakan. Namun demikian tidak ada gaya kepemimpinan yang efektif berlaku umum untuk segala situasi (Gibson, James L. et.al., (1982).
Gaya kepemimpinan menurut Davis, Keith. (1985) adalah pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan oleh para pegawainya. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, ketrampilan, dan sikap pemimpin dalam politik.
Terdapat 3 jenis gaya kepemimpinan (leadership style) yang sangat berpengaruh terhadap efektivitas seorang pemimpin yaitu gaya autokratis, demokratis/partisipatif, dan bebas kendali (Reksohadirpodjo, S dan T. Hani Handoko. 1986; David. Keith, 1985).
Penelitian tentang gaya kepemimpinan dilakukan oleh Sutanto, Eddy Madiono dan Budhi Setiawan (2003) untuk menguji gaya kepemimpinan yang efektif di Toserba Sinar Mas, Sidoarjo, dari penelitian tersebut diketahui adanya hubungan antara gaya kepemimpinan dengan semangat dan kegairahan kerja.
Diungkapkan pula bahwa gaya kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi (Contingency). Indikasi turunnya semangat dan kegairahan kerja ditunjukkan dengan tingginya tingkat absensi dan perpindahan pegawai.
Hal itu timbul sebagai akibat dari kepemimpinan yang tidak disenangi. Perilaku pemimpin merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Menurut Miller et al. (1991) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai hubungan yang positif terhadap kepuasan kerja para pegawai.
Hasil penelitian Gruenberg (1980) diperoleh bahwa hubungan yang akrab dan saling tolong-menolong dengan teman sekerja serta penyelia adalah sangat penting dan memiliki hubungan kuat dengan kepuasan kerja dan tidak ada kaitannya dengan keadaan tempat kerja serta jenis pekerjaan.
Salah satu faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja ialah sifat penyelia yang tidak mau mendengar keluhan dan pandangan pekerja dan mau membantu apabila diperlukan (Pinder, 1984).
Hal ini dibuktikan oleh Blakely (1993) dimana pekerja yang menerima penghargaan dari penyelia yang lebih tinggi dibandngkan dengan penilaian mereka sendiri akan lebih puas, akan tetapi penyeliaan yang terlalu ketat akan menyebabkan tingkat kepuasan yang rendah (King et al.,1982).
Minggu, 19 Juli 2009
PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (PCA) SEBAGAI SALAH SATU METODE UNTUK MENGATASI MASALAH MULTIKOLINEARITAS
Analisis regresi merupakan analisis yang mempelajari bagaimana membangun sebuah model fungsional dari data untuk dapat menjelaskan ataupun meramalkan suatu fenomena alami atas dasar fenomena yang lain. Ada juga yang menyatakan bahwa analisis regresi merupakan suatu analisis mengenai hubungan antara dua variable atau lebih yang umumnya dinyatakan dalam persamaan matematik.
Dalam statistika sebuah model regresi dikatakan baik atau cocok,jika dipenuhi asumsi-asumsi ideal (klasik), yakni tidak adanya otokorelasi, heteroskedastisitas dan multikolinieritas. Sehingga proses control terhadap model perlu dilakukan untuk menelaah dipenuhi tidaknya asumsi tersebut.
Salah satu dari ketiga asumsi model regresi linier klasik adalah yakni tidak terdapat multikolinearitas di antara variabel yang menjelaskan yang termasuk dalam model. Ketika menentukan model regresi populasi ada kemungkinan bahwa dalam sampel tertentu, beberapa atau semua variable X sangat kolinear (mempunyai hubungan linear sempurna atau hampir sempurna).
Ada beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas, seperti : pengunaan informasi apriori dari hubungan beberapa variable yang berkolinear, menghubungkan data cross-sectional dan data time series, mengeluarkan suatu variabel atau beberapa variabel bebas yang terlibat hubungan kolinear, melakukan transformasi variabel dengan prosedur first difference, melalui ln (logaritma) dan penambahan data baru dan juga melalui ridge regression.
Akan tetapi pada praktiknya prosedur penanggulangan yang telah disebutkan di atas sangat tergantung sekali pada kondisi penelitian, misalnya : penggunaan informasi apriori sangat tergantung dari ada atau tidaknya dasar teori (literatur) yang sangat kuat untuk mendukung hubungan matematis antara variabel bebas yang saling berkolinear, prosedur mengeluarkan variabel bebas yang berkolinear seringkali membuat banyak peneliti keberatan karena prosedur ini akan mengurangi obyek penelitian yang diangkat, sedangkan prosedur lainnya seperti menghubungkan data cross sectional dan time series, prosedur first difference dan penambahan data baru seringkali hanya memberikan efek penanggulangan yang kecil pada masalah multikolinearitas.
AUTHOR:
SOEMARTINI
JURUSAN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2008
Kamis, 16 Juli 2009
ANALISIS KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI
BAB. 1. PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang.
Pemimpin dapat mempengaruhi moral, kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Kemampuan dan ketrampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting efektivitas manajer.
Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas-kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan, kemampuan untuk menyeleksi pemimpin-pemimpin yang efektif akan meningkat, bila organisasi dapat mengidentifikasikan perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan efektif organisasi, berbagai perilaku dan teknik tersebut akan dapat dipelajari (Wahyuddin, W dan Djumino, A. 2008).
Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja pegawai. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para pegawai tentang pelaksanaan kerja mereka.
Kegunaan-kegunaan penilaian prestasi kerja dapat dirinci sebagai berikut, perbaikan prestasi kerja, penyesuaian-penyesuaian kompensasi, keputusan-keputusan penempatan, kebutuhan latihan dan pengembangan, perencanaan dan pengembangan karier, penyimpangan-penyimpangan proses staffing, ketidakakuratan informasional, kesalahan desain pekerjaan, kesempatan kerja yang adil dan tantangan-tantangan eksternal (Handoko, 1997).
Disamping faktor kepemimpinan, faktor motivasi yang akan mempengaruhi kinerja pegawai yang dimiliki seseorang adalah merupakan potensi, dimana seseorang belum tentu bersedia untuk mengerahkan segenap potensi yang dimilikinya untuk mencapai hasil yang optimal, sehingga masih diperlukan adanya pendorong agar seseorang pegawai kantor mau menggunakan seluruh potensinya.
Daya dorong tersebut sering disebut motivasi. Melihat kenyataan tersebut, sudah saatnya pimpinan dapat lebih banyak memberikan kesempatan kepada pegawai mengembangkan sumber daya manusia agar lebih berprestasi dalam melaksanakan tugas pelayanan, terlebih lagi dalam rangka otonomi daerah.
Dengan demikian kiranya perlu dirumuskan secara mendalam, usaha – usaha secara terpadu dan berkesinambungan melalui penerapan analisis kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja pegawai (Wahyuddin, W dan Djumino, A. 2008).
1.2. Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian di atas, masalah dirumuskan sebagai berikut:
1.Bagaimana Kepemimpin mempengaruhi kinerja?
2.Bagaimana Motivasi mempengaruhi dengan kinerja?
3.Apakah terdapat hubungan antara Kepemimpinan dan Motivasi terhadap kinerja?
1.3. Hipotesis.
Gaya Kepemimpinan dan Motivasi dapat mempengaruhi Kinerja Pegawai.
BAB. 2. PENELAAHAN PUSTAKA
2.1. Fungsi Kepemimpinan
Hill dan Caroll (1997) berpendapat bahwa, kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan mendorong sejumlah orang (dua orang atau lebih) agar bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terarah pada tujuan bersama.
Struktur organisasi adalah kerangka atau susunan unit atau satuan kerja atau fungsi-fungsi yang dijabarkan dari tugas atau kegiatan pokok suatu organisasi, dalam usaha mencapai tujuannya. Setiap unit mempunyai posisi masing-masing, sehingga ada unit yang berbeda jenjang atau tingkatannya dan ada pula yang sama jenjang atau tingkatannya antara yang satu dengan yang lain.
Kepemimpinan akan berlangsung efektif bilamana mampu memenuhi fungsinya, meskipun dalam kenyataannya tidak semua tipe kepemimpinan memberikan peluang yang sama untuk mewujudkannya. Dalam hubungan itu sulit untuk dibantah bahwa setiap proses kepemimpinan juga akan menghasilkan situasi sosial yang berlangsung di dalam kelompok atau organisasi masing-masing.
Untuk itu setiap pemimpin harus mampu menganalisa situasi sosial kelompok atau organisasinya yang dapat dimanfaatkan dalam mewujudkan fungsi kepemimpinan dengan kerja sama dan bantuan orang-orang yang dipimpinnya (Wahyuddin, W dan Djumino, A. 2008).
Fungsi kepemimpinan menurut Hill dan Caroll (1997) memiliki dua dimensi sebagai berikut:
a).Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
b).Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemimpin.
Berdasarkan kedua dimensi tersebut secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu ;
1). Fungsi instruktif,
2). Fungsi konsultatif,
3). Fungsi partisipasi,
4). Fungsi delegasi,
5). Fungsi pengendalian (Wahyuddin, W dan Djumino, A. 2008).
2.1. Motivasi dan Mengarhkan Daya dan Potensi Pegawai.
Hasibuan (2000: 142) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Jadi motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahannya, agar mau bekerja sama secara produktif, berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.
Motivasi merupakan sesuatu yang muncul karena adanya kebutuhan baik materi maupun bukan materi dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Kebutuhan materi dapat berupa pemenuhan kebutuhan fisiologi, atau kebutuhan fisik berupa pakaian, rumah, fasilitas transortasi, uang dan lainnya. Sedangkan kebutuhan bukan materi yaitu keamanan/ keselamatan, sosial, penghargaan/harga diri, aktualisasi diri (Anhar, D. 2007)
Motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan, motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan.
Keberhasilan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan tergantung dari partisipasi terpadu, sehingga kinerja dapat mempengaruhi hasil akhir dari tujuan, penerapan displin dan motivasi yang tinggi dalam bekerja sangat diperlukan untuk memperoleh hasil kerja yang maksimal (Supardi dan Anwar, 2004 ; Etykawaty. R, 2007).
Dari beberapa pendapat para ahli tentang motivasi, maka pada dasarnya pengertian motivasi adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan dan mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu. Dengan demikian timbulnya motivasi seseorang merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan, tujuan dan imbalan (Indriyo dan Sudita 1997 : 35).
Hal ini sejalan dengan pendapat Robin (1996 : 199) yang menyatakan bahwa motivasi umum bersangkutan dengan upaya ke arah setiap tujuan, terutama tujuan organisasi sebagai cerminan minat tunggal kita dalam perilaku yang berkaitan dengan kerja.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di muka, dalam motivasi kita dapat menganal tiga unsur kunci, yaitu upaya, tujuan organisasi, dan kebutuhan. Dengan ketiga unsur kunci tersebut, upaya merupakan unsur intensitas kekuatan dorongan kemauan untuk mengerjakan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Khusus yang menyangkut Teori Kebutuhan (Maslow disadur Hasibuan : 1997).
2.3. Kinerja merupakan Prestasi Kerja.
Prestasi adalah kemampuan, kesanggupan dan kecakapan seseorang atau suatu bangsa. Prestasi kerja atau kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Secara teoritis penilaian atau pengukuran prestasi kerja atau kinerja memberikan informasi yang dapat digunakan pimpinan untuk membuat keputusan tentang promosi jabatan (Saidi,1992).
Penilaian prestasi kerja atau kinerja memberikan kesempatan kepada pimpinan dan orang yang dinilai untuk secara bersama membahas perilaku kerja dari yang dinilai. Pada umumnya setiap orang menginginkan dan mengharapkan umpan balik mengenai prestasi kerjanya. Penilaian memungkinkan bagi penilai dan yang dinilai untuk secara bersama menemukan dan membahas kekurangan-kekurangan yang terjadi dan mengambil langkah perbaikannya (Purwadarminta, 1990).
Menurut Steers (1985) prestasi kerja seseorang merupakan gabungan dari tiga faktor penting yaitu:
1). Kemampuan, perangai, minat;
2). Kejelasan, dan penerimaan atas penjelasan seorang pekerja;
3). Tingkat motivasi.
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Tinggi rendahnya kinerja pekerja berkaitan erat dengan sistem pemberian penghargaan yang diterapkan oleh lembaga/organisasi tempat mereka bekerja.
Kinerja dapat berarti hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum dan sesuai dengan moral maupun etika (Mangkunegara, 2001 ; Aritonang, K. T, 2007)
Kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dan usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu (Listianto, T dan Setiaji, B. 2007).
Kinerja adalah prestasi kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan penilaian kinerja adalah proses penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan oleh pimpinan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Indikatornya meliputi:
(1) kualitas pekerjaan;
(2) kuantitas pekerjaan;
(3) supervisi;
(4) kehadiran; dan
(5) konservasi (Ekytawati, R, 2007)
Menurut Bacal, Robet (2001 : 2), bahwa kinerja adalah proses komunikasi yang berlangsung terus menerus, yang dilaksanakan berdasarkan kemitraan antara seorang karyawan dengan penyelia langsungnya. Manajemen ini meliputi upaya membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang :
1.Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para karyawan;
2.Seberapa besar kontribusi pekerjaan karyawan bagi pencapaian tujuan organisasi;
3.Bagaimana prestasi kerja akan diukur;
4.Bagaimana karyawan dan penyelianya daspat bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja karyawan yang sudah ada;
5.Mengenali berbagai hambatan kinerja dan menyingkirkanya.
2.4. Hubungan antara Kepemimpinan dan Kinerja
Suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai kelompok dalam suatu organisasi tertentu, sangat tergantung pada mutu kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Bahkan kiranya dapat dikatakan bahwa mutu kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat dalam kinerja pegawainya (Siagian, 1999).
Daftar Pustaka
Anhar, D. 2007. PENGARUH MOTIVASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA AKADEMIK DOSEN PEGAWAI NEGERI SIPIL DIPEKERJAKAN (PNS DPK) PADA UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN BANJARMASIN. Al ‘Ulum Vol.32 No.2 April 2007 halaman 32-39. http://www.uniska-bjm.ac.id/?uniska=download&modul=jurnal&id=3
Aritonang, K. T. 2007. Kompensasi Kerja, Disiplin Kerja dan Kinerja Guru SMP Kristen BPK PENABUR Jakarta http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.01-16%20Kompensasi%20Kerja.pdf
BacaL, R. 2002. Performance Manajemen. Jakarta: Gramedia Pustaka Indonesia. http://eprints.ums.ac.id/144/1/PARWANTO.pdf.
Ekytawati, R, 2007. PENGARUH MOTIVASIDAN KEDISIPLINAN TERHADAP KINERJA PETUGAS PEMASYARAKATAN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KELAS I SURAKARTA. Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta http://eprints.ums.ac.id/827/1/Artikel_2_Riana_E,_2.pdf
Handoko, T Hani, 1995. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE, Yogyakarta.
Hasibuan, Malayu S.P. (1997). Manajemen sumber daya manusia. , Jakarta: Gunung Agung. http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.01-16%20Kompensasi%20Kerja.pdf
Hasibuan, Malayu S. P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara http://eprints.ums.ac.id/827/1/Artikel_2_Riana_E,_2.pdf
Hill, Tosi., Caroll, SJ, 1997. Organisational Theory and management : A Macro Approach, John willey and Sons Inc, New York.
Indriyo, Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita, 1997. Perilaku Keorganisasian. Edisi pertama BPFE-YOGYAKARTA, Yogyakarta. http://www.uniska-bjm.ac.id/?uniska=download&modul=jurnal&id=3
Mangkunegara, A. P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan (Cetakan Ketiga). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Maslow, Abraham H, 1993. Motivasi dan Kepribadian. LPPM dengan PT. Pustaka Binaman Presido, Jakarta.
Purwadarminta, W. J. S, 1990. Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Robbin Stephen P, 1996 Prilaku Organisasi, Alih Bahasa Hadyana Pujaatmaka, PT. Prhenalindo Jakarta.
Saidi, H.M., 1992. Prestasi dan Kemampuan, rajawali Press, Jakarta.
Siagian, Sondang, 1989. Teori Dan Praktek Kepemimpinan, Cetakan Ke–3, Rineka Cipta, Jakarta.
Steers, RM, 1985. Efektivitas Organisasi Seri Manajemen, Erlangga, Jakarta.
Supardi dan Anwar, S. 2004 Dasar-dasar Perilaku Organisasi. Jogjakarta: UII Press. http://eprints.ums.ac.id/144/1/PARWANTO.pdf
Wahyuddin, W dan Djumino, A. 2008. ANALISIS KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA KANTOR KESATUAN BANGSA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKATDI KABUPATEN WONOGIRI. http://duniapsikologi.dagdigdug.com/files/2008/11/analis-kepemimpinan-dan-motivasi.pdf.
1.1.Latar belakang.
Pemimpin dapat mempengaruhi moral, kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Kemampuan dan ketrampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting efektivitas manajer.
Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas-kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan, kemampuan untuk menyeleksi pemimpin-pemimpin yang efektif akan meningkat, bila organisasi dapat mengidentifikasikan perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan efektif organisasi, berbagai perilaku dan teknik tersebut akan dapat dipelajari (Wahyuddin, W dan Djumino, A. 2008).
Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja pegawai. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para pegawai tentang pelaksanaan kerja mereka.
Kegunaan-kegunaan penilaian prestasi kerja dapat dirinci sebagai berikut, perbaikan prestasi kerja, penyesuaian-penyesuaian kompensasi, keputusan-keputusan penempatan, kebutuhan latihan dan pengembangan, perencanaan dan pengembangan karier, penyimpangan-penyimpangan proses staffing, ketidakakuratan informasional, kesalahan desain pekerjaan, kesempatan kerja yang adil dan tantangan-tantangan eksternal (Handoko, 1997).
Disamping faktor kepemimpinan, faktor motivasi yang akan mempengaruhi kinerja pegawai yang dimiliki seseorang adalah merupakan potensi, dimana seseorang belum tentu bersedia untuk mengerahkan segenap potensi yang dimilikinya untuk mencapai hasil yang optimal, sehingga masih diperlukan adanya pendorong agar seseorang pegawai kantor mau menggunakan seluruh potensinya.
Daya dorong tersebut sering disebut motivasi. Melihat kenyataan tersebut, sudah saatnya pimpinan dapat lebih banyak memberikan kesempatan kepada pegawai mengembangkan sumber daya manusia agar lebih berprestasi dalam melaksanakan tugas pelayanan, terlebih lagi dalam rangka otonomi daerah.
Dengan demikian kiranya perlu dirumuskan secara mendalam, usaha – usaha secara terpadu dan berkesinambungan melalui penerapan analisis kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja pegawai (Wahyuddin, W dan Djumino, A. 2008).
1.2. Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian di atas, masalah dirumuskan sebagai berikut:
1.Bagaimana Kepemimpin mempengaruhi kinerja?
2.Bagaimana Motivasi mempengaruhi dengan kinerja?
3.Apakah terdapat hubungan antara Kepemimpinan dan Motivasi terhadap kinerja?
1.3. Hipotesis.
Gaya Kepemimpinan dan Motivasi dapat mempengaruhi Kinerja Pegawai.
BAB. 2. PENELAAHAN PUSTAKA
2.1. Fungsi Kepemimpinan
Hill dan Caroll (1997) berpendapat bahwa, kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan mendorong sejumlah orang (dua orang atau lebih) agar bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terarah pada tujuan bersama.
Struktur organisasi adalah kerangka atau susunan unit atau satuan kerja atau fungsi-fungsi yang dijabarkan dari tugas atau kegiatan pokok suatu organisasi, dalam usaha mencapai tujuannya. Setiap unit mempunyai posisi masing-masing, sehingga ada unit yang berbeda jenjang atau tingkatannya dan ada pula yang sama jenjang atau tingkatannya antara yang satu dengan yang lain.
Kepemimpinan akan berlangsung efektif bilamana mampu memenuhi fungsinya, meskipun dalam kenyataannya tidak semua tipe kepemimpinan memberikan peluang yang sama untuk mewujudkannya. Dalam hubungan itu sulit untuk dibantah bahwa setiap proses kepemimpinan juga akan menghasilkan situasi sosial yang berlangsung di dalam kelompok atau organisasi masing-masing.
Untuk itu setiap pemimpin harus mampu menganalisa situasi sosial kelompok atau organisasinya yang dapat dimanfaatkan dalam mewujudkan fungsi kepemimpinan dengan kerja sama dan bantuan orang-orang yang dipimpinnya (Wahyuddin, W dan Djumino, A. 2008).
Fungsi kepemimpinan menurut Hill dan Caroll (1997) memiliki dua dimensi sebagai berikut:
a).Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
b).Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemimpin.
Berdasarkan kedua dimensi tersebut secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu ;
1). Fungsi instruktif,
2). Fungsi konsultatif,
3). Fungsi partisipasi,
4). Fungsi delegasi,
5). Fungsi pengendalian (Wahyuddin, W dan Djumino, A. 2008).
2.1. Motivasi dan Mengarhkan Daya dan Potensi Pegawai.
Hasibuan (2000: 142) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Jadi motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahannya, agar mau bekerja sama secara produktif, berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.
Motivasi merupakan sesuatu yang muncul karena adanya kebutuhan baik materi maupun bukan materi dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Kebutuhan materi dapat berupa pemenuhan kebutuhan fisiologi, atau kebutuhan fisik berupa pakaian, rumah, fasilitas transortasi, uang dan lainnya. Sedangkan kebutuhan bukan materi yaitu keamanan/ keselamatan, sosial, penghargaan/harga diri, aktualisasi diri (Anhar, D. 2007)
Motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan, motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan.
Keberhasilan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan tergantung dari partisipasi terpadu, sehingga kinerja dapat mempengaruhi hasil akhir dari tujuan, penerapan displin dan motivasi yang tinggi dalam bekerja sangat diperlukan untuk memperoleh hasil kerja yang maksimal (Supardi dan Anwar, 2004 ; Etykawaty. R, 2007).
Dari beberapa pendapat para ahli tentang motivasi, maka pada dasarnya pengertian motivasi adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan dan mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu. Dengan demikian timbulnya motivasi seseorang merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan, tujuan dan imbalan (Indriyo dan Sudita 1997 : 35).
Hal ini sejalan dengan pendapat Robin (1996 : 199) yang menyatakan bahwa motivasi umum bersangkutan dengan upaya ke arah setiap tujuan, terutama tujuan organisasi sebagai cerminan minat tunggal kita dalam perilaku yang berkaitan dengan kerja.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di muka, dalam motivasi kita dapat menganal tiga unsur kunci, yaitu upaya, tujuan organisasi, dan kebutuhan. Dengan ketiga unsur kunci tersebut, upaya merupakan unsur intensitas kekuatan dorongan kemauan untuk mengerjakan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Khusus yang menyangkut Teori Kebutuhan (Maslow disadur Hasibuan : 1997).
2.3. Kinerja merupakan Prestasi Kerja.
Prestasi adalah kemampuan, kesanggupan dan kecakapan seseorang atau suatu bangsa. Prestasi kerja atau kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Secara teoritis penilaian atau pengukuran prestasi kerja atau kinerja memberikan informasi yang dapat digunakan pimpinan untuk membuat keputusan tentang promosi jabatan (Saidi,1992).
Penilaian prestasi kerja atau kinerja memberikan kesempatan kepada pimpinan dan orang yang dinilai untuk secara bersama membahas perilaku kerja dari yang dinilai. Pada umumnya setiap orang menginginkan dan mengharapkan umpan balik mengenai prestasi kerjanya. Penilaian memungkinkan bagi penilai dan yang dinilai untuk secara bersama menemukan dan membahas kekurangan-kekurangan yang terjadi dan mengambil langkah perbaikannya (Purwadarminta, 1990).
Menurut Steers (1985) prestasi kerja seseorang merupakan gabungan dari tiga faktor penting yaitu:
1). Kemampuan, perangai, minat;
2). Kejelasan, dan penerimaan atas penjelasan seorang pekerja;
3). Tingkat motivasi.
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Tinggi rendahnya kinerja pekerja berkaitan erat dengan sistem pemberian penghargaan yang diterapkan oleh lembaga/organisasi tempat mereka bekerja.
Kinerja dapat berarti hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum dan sesuai dengan moral maupun etika (Mangkunegara, 2001 ; Aritonang, K. T, 2007)
Kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dan usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu (Listianto, T dan Setiaji, B. 2007).
Kinerja adalah prestasi kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan penilaian kinerja adalah proses penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan oleh pimpinan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Indikatornya meliputi:
(1) kualitas pekerjaan;
(2) kuantitas pekerjaan;
(3) supervisi;
(4) kehadiran; dan
(5) konservasi (Ekytawati, R, 2007)
Menurut Bacal, Robet (2001 : 2), bahwa kinerja adalah proses komunikasi yang berlangsung terus menerus, yang dilaksanakan berdasarkan kemitraan antara seorang karyawan dengan penyelia langsungnya. Manajemen ini meliputi upaya membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang :
1.Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para karyawan;
2.Seberapa besar kontribusi pekerjaan karyawan bagi pencapaian tujuan organisasi;
3.Bagaimana prestasi kerja akan diukur;
4.Bagaimana karyawan dan penyelianya daspat bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja karyawan yang sudah ada;
5.Mengenali berbagai hambatan kinerja dan menyingkirkanya.
2.4. Hubungan antara Kepemimpinan dan Kinerja
Suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai kelompok dalam suatu organisasi tertentu, sangat tergantung pada mutu kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Bahkan kiranya dapat dikatakan bahwa mutu kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat dalam kinerja pegawainya (Siagian, 1999).
Daftar Pustaka
Anhar, D. 2007. PENGARUH MOTIVASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA AKADEMIK DOSEN PEGAWAI NEGERI SIPIL DIPEKERJAKAN (PNS DPK) PADA UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN BANJARMASIN. Al ‘Ulum Vol.32 No.2 April 2007 halaman 32-39. http://www.uniska-bjm.ac.id/?uniska=download&modul=jurnal&id=3
Aritonang, K. T. 2007. Kompensasi Kerja, Disiplin Kerja dan Kinerja Guru SMP Kristen BPK PENABUR Jakarta http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.01-16%20Kompensasi%20Kerja.pdf
BacaL, R. 2002. Performance Manajemen. Jakarta: Gramedia Pustaka Indonesia. http://eprints.ums.ac.id/144/1/PARWANTO.pdf.
Ekytawati, R, 2007. PENGARUH MOTIVASIDAN KEDISIPLINAN TERHADAP KINERJA PETUGAS PEMASYARAKATAN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KELAS I SURAKARTA. Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta http://eprints.ums.ac.id/827/1/Artikel_2_Riana_E,_2.pdf
Handoko, T Hani, 1995. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE, Yogyakarta.
Hasibuan, Malayu S.P. (1997). Manajemen sumber daya manusia. , Jakarta: Gunung Agung. http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.01-16%20Kompensasi%20Kerja.pdf
Hasibuan, Malayu S. P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara http://eprints.ums.ac.id/827/1/Artikel_2_Riana_E,_2.pdf
Hill, Tosi., Caroll, SJ, 1997. Organisational Theory and management : A Macro Approach, John willey and Sons Inc, New York.
Indriyo, Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita, 1997. Perilaku Keorganisasian. Edisi pertama BPFE-YOGYAKARTA, Yogyakarta. http://www.uniska-bjm.ac.id/?uniska=download&modul=jurnal&id=3
Mangkunegara, A. P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan (Cetakan Ketiga). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Maslow, Abraham H, 1993. Motivasi dan Kepribadian. LPPM dengan PT. Pustaka Binaman Presido, Jakarta.
Purwadarminta, W. J. S, 1990. Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Robbin Stephen P, 1996 Prilaku Organisasi, Alih Bahasa Hadyana Pujaatmaka, PT. Prhenalindo Jakarta.
Saidi, H.M., 1992. Prestasi dan Kemampuan, rajawali Press, Jakarta.
Siagian, Sondang, 1989. Teori Dan Praktek Kepemimpinan, Cetakan Ke–3, Rineka Cipta, Jakarta.
Steers, RM, 1985. Efektivitas Organisasi Seri Manajemen, Erlangga, Jakarta.
Supardi dan Anwar, S. 2004 Dasar-dasar Perilaku Organisasi. Jogjakarta: UII Press. http://eprints.ums.ac.id/144/1/PARWANTO.pdf
Wahyuddin, W dan Djumino, A. 2008. ANALISIS KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA KANTOR KESATUAN BANGSA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKATDI KABUPATEN WONOGIRI. http://duniapsikologi.dagdigdug.com/files/2008/11/analis-kepemimpinan-dan-motivasi.pdf.
Rabu, 15 Juli 2009
MAKNA PENTINGNYA STRATEGI
Strategi bagaimanapun sudah menjadi perbincangan yang sangat umum, orang yang berbeda mendefinisikannya sedemikian rupa untuk satu kepentingan perusahaan ataupun organisasi guna mencapai tujuan. Dari penelusuran literatur yang berkaitan, diketahui bahwa terminologi strategi mulanya digunakan dalam memenangkan peperangan.
Artinya, strategi lebih dahulu diterapkan di kalangan militer. Sekarang strategi menjadi percakapan umum, adapun kandungan yang termaktub di dalamnya adalah sekumpulan tindakan yang dirancang untuk menyesuaikan (fitting) antara kompetensi perusahaan dengan tuntutan eksternal pada satu industri. Adapun keharusan menyusun strategi adalah untuk mencapai tujuan perusahaan baik pada jangka menengah dan panjang. Strategi akan menjamian apakah perusahaan dapat bertahan atau berkembang pada masa yang akan datang (Johannes, S. 2009)
Merumuskan strategi bukanlah pekerjaan mudah. Kendala utama dalam perumusan strategi adalah komintmen internal terhadap apa yang telah dirumuskan sebagai konsekuensi Strategi. Dalam kaitan ini, Porter (1998) menjelaskan makna terpenting dari pemahaman strategy adalah mengambil tindakan yang berbeda dari perusahaan pesaing dalam satu industri guna mencapai posisi yang lebih baik. Artinya, adapun strategi antar perusahaan dalam satu industri berbeda satu dengan lainnya, karena masing-masing perusahaan mengalami kondisi internal dan tujuan yang berbeda, walau kondisi eksternal pada umumnya bisa saja sama.
Kaplan dan Norton (1998), berkaitan dengan strategi, terus melakukan studi dan pengembangan sejak memperkenalkan ukuran yang dikenal sebagai Balanced Scorecard (BSC) secara tegas menyatakan bahwa tidak ada satu capaian tanpa dimulai dengan penyiapan strategi. Adapun capaian yang diperoleh satu perusahaan adalah hasil daripada penerapan strategi. Tanpa strategi perusahaan tidak akan mencapai apa-apa, dan bilamana terjadi kegagalan, maka strategilah yang pertama kali dipertanyakan? Apakah strategi tepat atau tidak.
Pada dasarnya strategi dirumuskan oleh Manajemen Puncak dan Dewan Direksi, ergantung kepada sturktur organisasi organisasi yang bersangkutan. Atau juga ditentukan kepada aturan internal yang digunakan, misalnya untuk pemerintahan daerah hal ini diatur secara eksplisit. Adakalanya konsultan memengang peranan penting, karena dianggap membantu dapat menyiapakan Strategi.
Dalam keadaan seperti ini biasanya konsultan akan menekankan penyiapan strategi sebagai bagian tahapan atau prosedur baku, mulai dari pemantauan lingkungan eksternal dan internal. Hasil analisis yang dilakukan didukung oleh sejumlah data guna dapat memberikan posisi faktual baik berkaitan dengan kondisi sekarang maupun dengan prediksi yang akan terjadi. Dalam hal demikian satu hal yang harus digarisbawahi adalah bahwa strategi didasarkan kepada analisis yang terintegrasi dan holistik. Artinya, setelah strategi disusun, semua unsur yang ada di dalam organisasi sudah menginternalisasi visi dan misi secara baik dan benar, karena dalam presfektif jangka panjang, strategi dirumuskan untuk merealisasikan visi dan misi korporasi.
Dari hasil studi yang dilakukan oleh Raps (2004) diketahui bahwa perusahaan ataupun korporasi yang berhasil menerapkan strategi tidak lebih dari 30 persen. Kelemahan utama adalah bahwa strategi tidak diimplementasikan dengan baik. Penyebabnya karena proses penysunan yang tidak melibatkan semua unsur dan didapatnya kebijakan yang tidak sesuai dengan strategi yang disusun. Hal demikian terjadi sangat umum, apalagi mengingat bahwa keberadaan strategi adakalanya masih bersifat formal. Kaplan dan Norton (2005) menjelaskan pentingnya Office Strategy Management (OSM) dalam satu korporasi.
OSM berfungsi mengkordinasikan seluruh pihak yang terkati agar tetap fokus kepada strategi yang telah dibangun. Penegasan fungsi dan pengalokasian sumberdaya yang berkaitan terhadap setiapbagian organisasi menjadi fokus penting dalam penerapan strategi, karena begitu strategi dibangun sesungguhnya di dalamnya terkandung bagaimana sumberdaya dialokasikan. Lebih jauh terkandung juga kebutuhan kompetensi korporasi yang dapat menjamin bagaimana tujuan dapat dicapai dan bagaimana korporasi dapat lebih baik dibanding dengan pesaingnya.
Terdapat kesulitan yang seringkali mengakibatkan salah kaprah dalam menyusun strategi yaitu dalam membedakan antara perencanaan strategi dengan manajemen strategi. Dalam berbagai literatur (seperti dalam bukunya Arthur A. Thompson, William F. Glueck, David A. Aker, Charles W.L. Hill, dll) dapat disimpulkan bahwa Manajemen strategis adalah suatu proses yang berkelanjutan (continuous), berulang (iterative), dan lintas fungsi (crossfunctional), yang bertujuan untuk menjamin agar suatu organisasi secara keseluruhan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Menurut Stephen E.South, Direktur perencanaan Perusahaan ‘Clark Equipment’, “Proses manajemen strategi pada kenyataannya dapat dijabarkan sebagai manajemen keunggulan persaingan, yaitu sebagai proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengambil keunggulan pada bidang-bidang bisnis tertentu dimana keunggulan bisnis yang kontinyu dan riil bisa didapatkan.( Aaker, 1992)
Kata ajaib lainya yang terkait dengan renstra dan sangat populer adalah perkataan Visi dan Misi. Pertanyaan tentang bagaimana Visi dan Misinya, merupakan pertanyaan yang sering dilontarkan kepada setiap orang atau organisasi untuk digunakan mengenali kemampuannya. Serta yang lebih sering lagi ketika suatu organisasi akan melakukan pemilihan pimpinan.
Namun apakah dengan memiliki rumusan renstra, visi dan misi maka secara konseptual sudah cukup untuk menilai kemampuan suatu organisasi maupun kemampuan seorang calon pemimpin untuk sukses kedepan? Pemahaman atas jawaban inilah yang ingin dibahas penulis, bahwa sebenarnya tidaklah cukup hanya membahas rumusan visi dan misi atau renstra untuk menilai prospek kedepan. Masih harus dipertanyakan banyak aspek lagi untuk memprediksi atau “menjamin” kesuksesan kedepan, diantaranya adalah bagaimana proses penyusunannya, ketepatan rumusan visi dan misi serta strateginya dengan kondisi internal dan eksternal organisasi, dan bagaimana rancangan implementasinya. Namun tulisan ini hanya akan mengkritisi aspek yang berkenaan dengan strategi pada posisi awal penentuan strategi tidak membahas aspek perumusan strategi dan implementasinya.
Sedangkan Perencanaan strategi atau Strategic business planning merupakan suatu pendekatan secara teratur dan pragmatis yang dapat digunakan organisasi baik publik dan swasta guna pembuatan keputusan saat ini untuk masa depan. Strategic business planning adalah proses pengkajian diri, setting tujuan, pengembangan strategi dan monitor kinerja. Pendeknya, perencanaan bisnis strategis ini akan melahirkan fokus yang akan menuntun organisasi dari dimana mereka sekarang sampai ke keadaan apa yang mereka targetkan di masa depan.(Office of Policy & Management - Hartford, 1998).
Dari sini dapat difahami bahwa manajemen strategi mempunyai cakupan pembahasan yang lebih luas. Sedangkan perencanaan strategis merupakan salah satu bagian dalam manejemen strategi dan perencanaan strategi merupakan pilar penting dalam manajemen strategis.
Sabtu, 11 Juli 2009
TANGGUNG JAWAB SOSIAL (Corporate Social Responsibility)
1. Contoh satu perusahaan yang menerapkan CSR, apakah CSR ini mendukung keberhasilan perusahaan.
Salah satu perusahaan besar yang telah menerapkan corporate social responsibility selama bertahun-tahun adalah Unilever. Unilever telah membuat program CSR dengan baik dan sistematis. Bahkan mereka memasukkan unsur-unsur tanggung jawab sosial dalam visi dan misi perusahaan mereka.
Misi Unilever adalah untuk menambahkan vitalitas dalam kehidupan. Unilever memenuhi kebutuhan masyarakat akan nutrisi, kebersihan, dan perawatan pribadi dengan menyediakan produk-produk yang akan membantu masyarakat untuk merasa, melihat dan menjadi lebih baik dalam kehidupan. (www.unilever.com). Unilever telah mengakar kuat dalam kultur dan pasar di seluruh dunia dan membuat Unilever memiliki hubungan yang kuat dengan pelanggan yang akan menjadi landasan untuk pertumbuhan di masa mendatang. Unilever akan membawa pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk melayani seluruh masyarakat dunia.
Produk-produk dari Unilever yang terdiri dari consumer goods telah tersebar di seluruh dunia dengan total penjualan lebih dari 27 juta Euro, 29% disumbang dari penjualan produk mereka di Asia dan Afrika (www.unilever.com). Di Indonesia, salah satu produk Unilever yang menjadi pemimpin pasar adalah Lifebuoy. Menurut hasil survei yang dilakukan Swa bersama MarkPlus dan MARS, Lifebuoy adalah salah satu produk yang memiliki brand value tertinggi pada tahun 2003, 2004, 2005 untuk kategori sabun mandi padat.
Perlindungan dan kebersihan adalah komitmen Lifebuoy untuk masyarakat. Oleh karena itu, sejak bertahun-tahun yang lalu Lifebuoy telah membuat program-program pertanggungjawaban sosial untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada masyarakat tentang arti penting menjaga kebersihan. Program-program yang telah dilakukan oleh Lifebuoy antara lain, kampanye membudayakan mencuci tangan dengan sabun, kampanye kebersihan lingkungan, menyumbang sarana MCK untuk masyarakat miskin, menyumbang sarana kebersihan untuk sekolah-sekolah dalam program “berbagi sehat” yang pada intinya mengajak masyarakat untuk saling mengingatkan untuk menjaga kebersihan.
Program “berbagi sehat” merupakan sebuah program pemasaran yang lebih difokuskan untuk memberikan manfaat sosial bagi masyarakat. Lifebuoy menjalankan program “berbagi sehat” dengan menekankan kampanye mencuci tangan dengan sabun dan membangun sarana kebersihan di lingkungan masyarakat dan sekolah karena hingga saat ini di negara-negara berkembang, diare adalah salah satu penyebab kematian terbesar pada anak-anak. Penelitian dari World Bank menyebutkan bahwa penerapan praktek kebersihan secara sederhana seperti mencuci tangan dengan sabun dan menjaga kebersihan lingkungan dapat mengurangi tingkat kematian pada anak-anak yang disebabkan penyakit diare hingga 2 juta kematian per tahun. (www.unilever.com).
Sumber Bacaan :
http://www.jurnalskripsi.com/pengaruh-sikap-konsumen-dalam-penerapan-program-corporate-social-responsibility-csr-terhadap-brand-loyalty-sabun-mandi-lifebuoy-studi-pada-mahasiswa-fakultas-ekonomi-universitas-brawijaya-malang-pdf.htm
2. Apa tantangan satu perusahaan dalam menerapkan CSR.
Dewasa ini, para pemimpin perusahaan menghadapi tugas yang menantang dalam menerapkan standar-standar etis terhadap praktik bisnis yang bertanggungjawab. Survey Pricewaterhouse Coopers (PwC) terhadap 750 Chief Executive Officers menunjukkan bahwa peningkatan tekanan untuk menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR) menempati ranking kedua dari tantangan-tantangan bisnis paling penting di tahun 2000 (Morimoto, Ash dan Hope, 2004).
Meskipun sedang meroket, CSR tampaknya masih diselimuti kabut misteri. Belum ada definisi CSR yang mudah diukur secara operasional. Beberapa UU CSR di Indonesia belum diikuti oleh peraturan di bawahnya yang lebih terperinci dan implementatif. Standar operasional mengenai bagaimana mengevaluasi kegiatan CSR juga masih diperdebatkan. Akibatnya, bukan saja CSR menjadi sulit diaudit, melainkan pula menjadi program sosial yang berwayuh wajah.
Banyak perusahaan yang hanya membagikan sembako atau melakukan sunatan massal setahun sekali telah merasa melakukan CSR. Tidak sedikit perusahaan yang menjalankan CSR berdasarkan ”copy-paste design” atau sekadar ”menghabiskan” anggaran. Karena aspirasi dan kebutuhan masyarakat kurang diperhatikan, beberapa program CSR di satu wilayah menjadi seragam dan seringkali tumpang tindih.
Walhasil, alih-alih memberdayakan masyarakat, CSR malah berubah menjadi Candu (menimbulkan ketergantungan pada masyarakat), Sandera (menjadi alat masyarakat memeras perusahaan) dan Racun (merusak perusahaan dan masyarakat) (Suharto, 2008).
Sumber Bacaan :
Blog Asosiasi Auditor Internal, 2009. Tantangan Profesi Auditor Internal Dalam Penerapan GCG http://blog.auditor-internal.com/?p=20
3. CSR yg diterapkan menjadi bagian strategi perusahaan.
Untuk mendapatkan mendapatkan impact optimal dari program CSR, baik untuk stakeholder perioritas, maupun perusahaaan, Pada tanggal 21-22 Juli 2008 PT Perusahaan Gas Negara bekerja sama dengan InterDev melakukan Workshop CSR bagi unit CSR dan non CSR di Wisma PGN Megamendung Bogor.
Workshop ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman unit kerja terkait stakeholder tentang KONSEP, TEKNIK DAN TAHAPAN PENYUSUNAN STRATEGI CSR untuk mendukung VISI dan MISI PERUSAHAAN. Dengan pemahaman tersebut diharapkan setiap unit kerja yang bersentuhan dengan stakeholder mempunyai kesempatan memberikan kontribusi dan mendapatkan impact dari keberhasilan CSR.
Workshop dilakukan dengan simulasi dan share pengalaman yang didahului oleh paparan konsep, dengan tahapan:
•Simulasi analisis kondisi faktor CSR dan perumusan masalah
•Simulasi analisis stakehoder perioritas (untuk study kasus dipakai tool pada perusahaan ekstraksi dengan analisis kondisi faktor perubahan sosial ekonomi)
•Simulasi perumusan isu-isu perioritas dan penyusunan strategi
•Simulasi penterjemahan strategi menjadi program kerja
Pada Workshop tersebut dikupas dan disimulasikan materi yang meliputi, konsep CSR (corporate Social Responsibility) dalam perspektif tangung jawab dan kepentingan perusahaan, Analisis kondisi faktor CSR, yakni analisis faktor penentu keberhasilan program CSR yang dikembangkan oleh Interdev dalam berbagai program CSR yang telah mereka lakukan. Analisis Kondisi Faktor CSR dilakukan secara kontektual yang meliputi:
•Analisis kondisi hubungan dengan stakeholder, pada bagian ini dipaparkan pengertian stalehoder, unit-unit kerja yang bersentuhan dengan stekholders, teknik analisis, teknik perumusan isu-isu.
•Analisis stakeholder perioritas, yakni memilih stakeholder yang perlu menjadi perhatian, penentuan perioritas ditetapkan berdasarkan keterkaitan dengan stakehoder lainnya dan juga penting bagi perusahaan untuk membangun “stakeholders engagements”
•Analisis kondisi stakeholder perioritas, pada bagian ini dibahas teknik perumusan isu-isu dan penentuan isu-isu aksi perioritas untuk membangun “stakeholders engagements”. Pada kesempatan ini di simulasikan analisis sosial ekonomi masyarakat di daerah operasi perusahaan dengan menggunakan double diamond yang dikembangkan Interdev
•Analisis operasional perusahaan dan rantai nilai, pada bagian ini dibahas beberapa aspek operasional perusahaan yang terkait dengan stakeholder, terutama yang terkait dengan pembangunan dan operasional transmisi gas.
•Analisis kondisi program CSR, terkait dengan aspek SDM, manajemen dan lain-lainnya.
Setelah dilakukan analisis kondisi faktor dan perumusan isu-isu perioritas maka dilakukan simulasi dan penyusunan strategi CSR dan penyusunan program. Workshop ini diikuti oleh 14 peserta dari berbagai unit kerja yang terkait atau berhubungan secara langsung ataupun tidak langsung dengan stakeholder.
Dari Workshop tersebut, pada hari pertama peserta masih sulit memahami kaitan antara konsep yang disampaikan dengan implementasi sehingga suasana workshop yang bersemangat belum terbentuk tetapi memasuki hari kedua, melalui simulasi peserta mulai melihat kaitan teknik perumusan isu dan perioritas dengan konsep CSR maka mulai muncul semangat belajar dan puncaknya saat mereka merumuskan strategi CSR secara bersama-sama.
Sumber Bacaan :
PT Interdev. 2008. Workshop CSR untuk perumusan strategi dan program. http://interdev.co.id/detail/news/45/Corporate_Social_Responsibility_strategy_implementation_program
Salah satu perusahaan besar yang telah menerapkan corporate social responsibility selama bertahun-tahun adalah Unilever. Unilever telah membuat program CSR dengan baik dan sistematis. Bahkan mereka memasukkan unsur-unsur tanggung jawab sosial dalam visi dan misi perusahaan mereka.
Misi Unilever adalah untuk menambahkan vitalitas dalam kehidupan. Unilever memenuhi kebutuhan masyarakat akan nutrisi, kebersihan, dan perawatan pribadi dengan menyediakan produk-produk yang akan membantu masyarakat untuk merasa, melihat dan menjadi lebih baik dalam kehidupan. (www.unilever.com). Unilever telah mengakar kuat dalam kultur dan pasar di seluruh dunia dan membuat Unilever memiliki hubungan yang kuat dengan pelanggan yang akan menjadi landasan untuk pertumbuhan di masa mendatang. Unilever akan membawa pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk melayani seluruh masyarakat dunia.
Produk-produk dari Unilever yang terdiri dari consumer goods telah tersebar di seluruh dunia dengan total penjualan lebih dari 27 juta Euro, 29% disumbang dari penjualan produk mereka di Asia dan Afrika (www.unilever.com). Di Indonesia, salah satu produk Unilever yang menjadi pemimpin pasar adalah Lifebuoy. Menurut hasil survei yang dilakukan Swa bersama MarkPlus dan MARS, Lifebuoy adalah salah satu produk yang memiliki brand value tertinggi pada tahun 2003, 2004, 2005 untuk kategori sabun mandi padat.
Perlindungan dan kebersihan adalah komitmen Lifebuoy untuk masyarakat. Oleh karena itu, sejak bertahun-tahun yang lalu Lifebuoy telah membuat program-program pertanggungjawaban sosial untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada masyarakat tentang arti penting menjaga kebersihan. Program-program yang telah dilakukan oleh Lifebuoy antara lain, kampanye membudayakan mencuci tangan dengan sabun, kampanye kebersihan lingkungan, menyumbang sarana MCK untuk masyarakat miskin, menyumbang sarana kebersihan untuk sekolah-sekolah dalam program “berbagi sehat” yang pada intinya mengajak masyarakat untuk saling mengingatkan untuk menjaga kebersihan.
Program “berbagi sehat” merupakan sebuah program pemasaran yang lebih difokuskan untuk memberikan manfaat sosial bagi masyarakat. Lifebuoy menjalankan program “berbagi sehat” dengan menekankan kampanye mencuci tangan dengan sabun dan membangun sarana kebersihan di lingkungan masyarakat dan sekolah karena hingga saat ini di negara-negara berkembang, diare adalah salah satu penyebab kematian terbesar pada anak-anak. Penelitian dari World Bank menyebutkan bahwa penerapan praktek kebersihan secara sederhana seperti mencuci tangan dengan sabun dan menjaga kebersihan lingkungan dapat mengurangi tingkat kematian pada anak-anak yang disebabkan penyakit diare hingga 2 juta kematian per tahun. (www.unilever.com).
Sumber Bacaan :
http://www.jurnalskripsi.com/pengaruh-sikap-konsumen-dalam-penerapan-program-corporate-social-responsibility-csr-terhadap-brand-loyalty-sabun-mandi-lifebuoy-studi-pada-mahasiswa-fakultas-ekonomi-universitas-brawijaya-malang-pdf.htm
2. Apa tantangan satu perusahaan dalam menerapkan CSR.
Dewasa ini, para pemimpin perusahaan menghadapi tugas yang menantang dalam menerapkan standar-standar etis terhadap praktik bisnis yang bertanggungjawab. Survey Pricewaterhouse Coopers (PwC) terhadap 750 Chief Executive Officers menunjukkan bahwa peningkatan tekanan untuk menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR) menempati ranking kedua dari tantangan-tantangan bisnis paling penting di tahun 2000 (Morimoto, Ash dan Hope, 2004).
Meskipun sedang meroket, CSR tampaknya masih diselimuti kabut misteri. Belum ada definisi CSR yang mudah diukur secara operasional. Beberapa UU CSR di Indonesia belum diikuti oleh peraturan di bawahnya yang lebih terperinci dan implementatif. Standar operasional mengenai bagaimana mengevaluasi kegiatan CSR juga masih diperdebatkan. Akibatnya, bukan saja CSR menjadi sulit diaudit, melainkan pula menjadi program sosial yang berwayuh wajah.
Banyak perusahaan yang hanya membagikan sembako atau melakukan sunatan massal setahun sekali telah merasa melakukan CSR. Tidak sedikit perusahaan yang menjalankan CSR berdasarkan ”copy-paste design” atau sekadar ”menghabiskan” anggaran. Karena aspirasi dan kebutuhan masyarakat kurang diperhatikan, beberapa program CSR di satu wilayah menjadi seragam dan seringkali tumpang tindih.
Walhasil, alih-alih memberdayakan masyarakat, CSR malah berubah menjadi Candu (menimbulkan ketergantungan pada masyarakat), Sandera (menjadi alat masyarakat memeras perusahaan) dan Racun (merusak perusahaan dan masyarakat) (Suharto, 2008).
Sumber Bacaan :
Blog Asosiasi Auditor Internal, 2009. Tantangan Profesi Auditor Internal Dalam Penerapan GCG http://blog.auditor-internal.com/?p=20
3. CSR yg diterapkan menjadi bagian strategi perusahaan.
Untuk mendapatkan mendapatkan impact optimal dari program CSR, baik untuk stakeholder perioritas, maupun perusahaaan, Pada tanggal 21-22 Juli 2008 PT Perusahaan Gas Negara bekerja sama dengan InterDev melakukan Workshop CSR bagi unit CSR dan non CSR di Wisma PGN Megamendung Bogor.
Workshop ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman unit kerja terkait stakeholder tentang KONSEP, TEKNIK DAN TAHAPAN PENYUSUNAN STRATEGI CSR untuk mendukung VISI dan MISI PERUSAHAAN. Dengan pemahaman tersebut diharapkan setiap unit kerja yang bersentuhan dengan stakeholder mempunyai kesempatan memberikan kontribusi dan mendapatkan impact dari keberhasilan CSR.
Workshop dilakukan dengan simulasi dan share pengalaman yang didahului oleh paparan konsep, dengan tahapan:
•Simulasi analisis kondisi faktor CSR dan perumusan masalah
•Simulasi analisis stakehoder perioritas (untuk study kasus dipakai tool pada perusahaan ekstraksi dengan analisis kondisi faktor perubahan sosial ekonomi)
•Simulasi perumusan isu-isu perioritas dan penyusunan strategi
•Simulasi penterjemahan strategi menjadi program kerja
Pada Workshop tersebut dikupas dan disimulasikan materi yang meliputi, konsep CSR (corporate Social Responsibility) dalam perspektif tangung jawab dan kepentingan perusahaan, Analisis kondisi faktor CSR, yakni analisis faktor penentu keberhasilan program CSR yang dikembangkan oleh Interdev dalam berbagai program CSR yang telah mereka lakukan. Analisis Kondisi Faktor CSR dilakukan secara kontektual yang meliputi:
•Analisis kondisi hubungan dengan stakeholder, pada bagian ini dipaparkan pengertian stalehoder, unit-unit kerja yang bersentuhan dengan stekholders, teknik analisis, teknik perumusan isu-isu.
•Analisis stakeholder perioritas, yakni memilih stakeholder yang perlu menjadi perhatian, penentuan perioritas ditetapkan berdasarkan keterkaitan dengan stakehoder lainnya dan juga penting bagi perusahaan untuk membangun “stakeholders engagements”
•Analisis kondisi stakeholder perioritas, pada bagian ini dibahas teknik perumusan isu-isu dan penentuan isu-isu aksi perioritas untuk membangun “stakeholders engagements”. Pada kesempatan ini di simulasikan analisis sosial ekonomi masyarakat di daerah operasi perusahaan dengan menggunakan double diamond yang dikembangkan Interdev
•Analisis operasional perusahaan dan rantai nilai, pada bagian ini dibahas beberapa aspek operasional perusahaan yang terkait dengan stakeholder, terutama yang terkait dengan pembangunan dan operasional transmisi gas.
•Analisis kondisi program CSR, terkait dengan aspek SDM, manajemen dan lain-lainnya.
Setelah dilakukan analisis kondisi faktor dan perumusan isu-isu perioritas maka dilakukan simulasi dan penyusunan strategi CSR dan penyusunan program. Workshop ini diikuti oleh 14 peserta dari berbagai unit kerja yang terkait atau berhubungan secara langsung ataupun tidak langsung dengan stakeholder.
Dari Workshop tersebut, pada hari pertama peserta masih sulit memahami kaitan antara konsep yang disampaikan dengan implementasi sehingga suasana workshop yang bersemangat belum terbentuk tetapi memasuki hari kedua, melalui simulasi peserta mulai melihat kaitan teknik perumusan isu dan perioritas dengan konsep CSR maka mulai muncul semangat belajar dan puncaknya saat mereka merumuskan strategi CSR secara bersama-sama.
Sumber Bacaan :
PT Interdev. 2008. Workshop CSR untuk perumusan strategi dan program. http://interdev.co.id/detail/news/45/Corporate_Social_Responsibility_strategy_implementation_program
Contoh Perusahaan yang menerapkan CSR dan Tantangan yang dihadapi serta Strategi yang digunakan.
Riset dan penelitian menunjukkan, bahwa praktik CSR yang dilakukan perusahaan, kini tidak hanya sekedar mencegah risiko reputasi saja, melainkan berpeluang dalam membangun pertumbuhan (growth). Sebuah studi yang dilakukan IBM baru-baru ini kepada 250 orang pemimpin bisnis di seluruh dunia juga menegaskan adanya tren ini. Berikut ini adalah beberapa temuan penting dari studi tersebut:
◦ 68 persen dari bisnis yang disurvei sudah berfokus pada aktivitas CSR, dan 54 persen diantaranya percaya bahwa CSR akan memberikan keunggulan bagi mereka.
◦ Meskipun konsumen yang mendorong adanya CSR, namun nyatanya 76 persen dari responden mengaku bahwa mereka tidak memahami apa yang menjadi perhatian CSR konsumen. Bahkan hanya 17 persen yang benar-benar bertanya.
◦ 3/4 responden mengaku bahwa jumlah informasi tentang mereka yang dikumpulkan oleh kelompok advokasi meningkat dalam tiga tahun terakhir.
Menurut George Pohle dan Jeff Hittner dari IBM, terdapat tiga dinamika yang harus dipahami oleh perusahaan dalam keterlibatannya dengan CSR:
Information – From Visibility to Transparency
Supaya terjalin hubungan yang lebih baik dengan konsumen maupun stakeholder, maka perusahaan harus mengadopsi teknologi maupun praktek bisnis yang memungkinkan para stakeholder untuk memperoleh informasi kapanpun dan dimanapun mereka berada, Misalnya, perusahaan perusahaan infrastruktur memungkinkan pelanggan untuk berpindah sumber energi berdasarkan ketersediaan sumber yang paling ramah lingkungan secara real time. Atau telepon seluler yang dapat men-scan bar code produk supaya memunculkan informasi yang diinginkan pengguna, mulai dari bahan-bahan hingga energi yang digunakan untuk membuatnya.
Jika sebelumnya transparansi dan akuntabilitas memang jarang diimplementasikan di masa lalu, namun kini menjadi sebuah tantangan bagi perusahaan yang terlibat dengan banyak pihak. Ini bukan hanya masalah menyediakan informasi lebih banyak, melainkan informasi yang bernar. Perusahaan yang memberikan informasi relevan akan memenangkan kepercayaan dari konsumen, sehingga tercipta platform pertumbuhan yang kuat.
Impact on Business – From Cost t Growth
Perusahaan memandang CSR sebagai biaya izin untuk berbisnis di pasaran. Karena jika mereka gagal memenuhi regulasi lokal maupun global, maka reputasi merek ataupun perusahaan jadi taruhannya. Namun, kini perusahaan mulai memandang CSR sebagai sarana dalam menemukan ide produk baru, diferensiasi, menekan biaya, mempercepat entry pasar, dan menempatkan mereka dalam posisi yang lebih baik dalam talent wars.
CEMEX misalnya, menyediakan diskon bagi pelanggan dengan pendapatan rendah dan membolehkan mereka untuk membayar material secara mingguan. Ini memungkinkan pelanggan untuk mengakses material berkualitas tinggi dengan harga sekitar 2/3nya saja. Nyatanya, in
i justru memperluas pasar dan mendorong penjualan CEMEX. Segmen ini tumbuh 250% per tahunnya.
Perusahaan juga memandang bahwa inisiatif CSR dapat mengurangi struktur biaya secara keseluruhan ataupun meningkatkan produktivitas. Canadian pulp and paper, misalnya, berhasil mengurangi emisinya sebanyak 70% dan energi sebanyak 21% sejak 1990. Pada 2005 dan 2006, perusahaan berhasil menghemat sebanyak $4.4 juta untuk pengurangan konsumsi bahan bakar sebesar 2%.
Relationships - From Containment To Engagement
Salah satu cara untuk memenuhi ekspektasi stakeholder adalah dengan menjalin hubungan secara kontinu. Misalnya, sebuah bisnis global yang berusaha untuk memonitor kondisi kerja dan standar lingkungan melalui supply chain di Asia Tenggara. Kemudian pada saat yang sama, NGO juga berfokus pada meningkatkan HAM dan memastikan bahwa bisnis mematuhi standar lingkungan masyarakat.
Meskipun perusahaan dan NGO kadang menjadi oposisi, namun sesungguhnya melalui kolaborasi mereka sama-sama bisa mencapai tujuannya. Bisnis dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki NGO untuk memonitor, mengedukasi, serta meningkatkan operasi dari supplier. Sehingga perusahaan dapat menekan biaya yang seharusnya terjadi. Sementara itu, NGO juga mengambil manfaat karena mereka memperoleh akses serta memperoleh hasil lebih mudah.
Misalnya, Marks & Spencer, setelah serangkaian skandal makanan di Inggris yang membuat konsumen skeptis, mereka meluncurkan kampanye “Behind The Label” yang memberikan edukasi kepada 16 juta pelanggan mengenai semua yang dilakukan perusahaan berkaitan dengan isu lingkungan dan sosial. M&S juga bekerjasama dengan NGO Oxfam untuk mengembangkan program dimana pelanggan bisa mendonasikan pakaiannya ke toko amal Oxfam serta memperoleh diskon untuk membeli pakaian baru di M&S. Mereka juga bekerjasama dengan para supplier untuk meningkatkan transparansi, dimana daging yang digunakan bisa dilacak langsung kepada sapi mana yang digunakan. Begitu pula dengan pakaian. Hasilnya, M&S berhasil memperbarui mereknya lagi, dengan pendapatan menguat 10% dan laba naik 22% pada 2006 hingga 2007.
Sumber Bacaan :
Rinella Putri, 2008. Strategi CSR Juga Mendorong Growth.
http://vibiznews.com/journal.php?id=104&page=str_mgt
◦ 68 persen dari bisnis yang disurvei sudah berfokus pada aktivitas CSR, dan 54 persen diantaranya percaya bahwa CSR akan memberikan keunggulan bagi mereka.
◦ Meskipun konsumen yang mendorong adanya CSR, namun nyatanya 76 persen dari responden mengaku bahwa mereka tidak memahami apa yang menjadi perhatian CSR konsumen. Bahkan hanya 17 persen yang benar-benar bertanya.
◦ 3/4 responden mengaku bahwa jumlah informasi tentang mereka yang dikumpulkan oleh kelompok advokasi meningkat dalam tiga tahun terakhir.
Menurut George Pohle dan Jeff Hittner dari IBM, terdapat tiga dinamika yang harus dipahami oleh perusahaan dalam keterlibatannya dengan CSR:
Information – From Visibility to Transparency
Supaya terjalin hubungan yang lebih baik dengan konsumen maupun stakeholder, maka perusahaan harus mengadopsi teknologi maupun praktek bisnis yang memungkinkan para stakeholder untuk memperoleh informasi kapanpun dan dimanapun mereka berada, Misalnya, perusahaan perusahaan infrastruktur memungkinkan pelanggan untuk berpindah sumber energi berdasarkan ketersediaan sumber yang paling ramah lingkungan secara real time. Atau telepon seluler yang dapat men-scan bar code produk supaya memunculkan informasi yang diinginkan pengguna, mulai dari bahan-bahan hingga energi yang digunakan untuk membuatnya.
Jika sebelumnya transparansi dan akuntabilitas memang jarang diimplementasikan di masa lalu, namun kini menjadi sebuah tantangan bagi perusahaan yang terlibat dengan banyak pihak. Ini bukan hanya masalah menyediakan informasi lebih banyak, melainkan informasi yang bernar. Perusahaan yang memberikan informasi relevan akan memenangkan kepercayaan dari konsumen, sehingga tercipta platform pertumbuhan yang kuat.
Impact on Business – From Cost t Growth
Perusahaan memandang CSR sebagai biaya izin untuk berbisnis di pasaran. Karena jika mereka gagal memenuhi regulasi lokal maupun global, maka reputasi merek ataupun perusahaan jadi taruhannya. Namun, kini perusahaan mulai memandang CSR sebagai sarana dalam menemukan ide produk baru, diferensiasi, menekan biaya, mempercepat entry pasar, dan menempatkan mereka dalam posisi yang lebih baik dalam talent wars.
CEMEX misalnya, menyediakan diskon bagi pelanggan dengan pendapatan rendah dan membolehkan mereka untuk membayar material secara mingguan. Ini memungkinkan pelanggan untuk mengakses material berkualitas tinggi dengan harga sekitar 2/3nya saja. Nyatanya, in
i justru memperluas pasar dan mendorong penjualan CEMEX. Segmen ini tumbuh 250% per tahunnya.
Perusahaan juga memandang bahwa inisiatif CSR dapat mengurangi struktur biaya secara keseluruhan ataupun meningkatkan produktivitas. Canadian pulp and paper, misalnya, berhasil mengurangi emisinya sebanyak 70% dan energi sebanyak 21% sejak 1990. Pada 2005 dan 2006, perusahaan berhasil menghemat sebanyak $4.4 juta untuk pengurangan konsumsi bahan bakar sebesar 2%.
Relationships - From Containment To Engagement
Salah satu cara untuk memenuhi ekspektasi stakeholder adalah dengan menjalin hubungan secara kontinu. Misalnya, sebuah bisnis global yang berusaha untuk memonitor kondisi kerja dan standar lingkungan melalui supply chain di Asia Tenggara. Kemudian pada saat yang sama, NGO juga berfokus pada meningkatkan HAM dan memastikan bahwa bisnis mematuhi standar lingkungan masyarakat.
Meskipun perusahaan dan NGO kadang menjadi oposisi, namun sesungguhnya melalui kolaborasi mereka sama-sama bisa mencapai tujuannya. Bisnis dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki NGO untuk memonitor, mengedukasi, serta meningkatkan operasi dari supplier. Sehingga perusahaan dapat menekan biaya yang seharusnya terjadi. Sementara itu, NGO juga mengambil manfaat karena mereka memperoleh akses serta memperoleh hasil lebih mudah.
Misalnya, Marks & Spencer, setelah serangkaian skandal makanan di Inggris yang membuat konsumen skeptis, mereka meluncurkan kampanye “Behind The Label” yang memberikan edukasi kepada 16 juta pelanggan mengenai semua yang dilakukan perusahaan berkaitan dengan isu lingkungan dan sosial. M&S juga bekerjasama dengan NGO Oxfam untuk mengembangkan program dimana pelanggan bisa mendonasikan pakaiannya ke toko amal Oxfam serta memperoleh diskon untuk membeli pakaian baru di M&S. Mereka juga bekerjasama dengan para supplier untuk meningkatkan transparansi, dimana daging yang digunakan bisa dilacak langsung kepada sapi mana yang digunakan. Begitu pula dengan pakaian. Hasilnya, M&S berhasil memperbarui mereknya lagi, dengan pendapatan menguat 10% dan laba naik 22% pada 2006 hingga 2007.
Sumber Bacaan :
Rinella Putri, 2008. Strategi CSR Juga Mendorong Growth.
http://vibiznews.com/journal.php?id=104&page=str_mgt
Evaluasi Pengungkapan Informasi Pertanggung jawaban Sosial Pada Laporan Tahunan Perusahaan yang Go Publik di BEJ
Perusahaan dalam pandangan ini adalah alat dari para pemegang saham (pemilik perusahaan), maka apabila perusahaan akan memberikan sumbangan sosial, hal itu akan dilakukan oleh individu pemilik atau individu para pekerjanya, bukan oleh perusahaan itu sendiri. Hal ini senada dengan pendapat Model Klasik yang menyatakan bahwa usahayang dilakukan perusahaan semata-mata hanya untuk memenuhi permintaan pasar dan mencari untung yang akan dipersembahkan kepada pemilik modal (Harahap, Sofyan Syafri, 1993).
Seorang fundamentalis dibidang ini, Milton Friedman, menyatakan : “Ada satu dan hanya satu tanggung jawab perusahaan, yaitu menggunakan kekayaan yang dimilikinya untuk meningkatkan laba sepanjang sesuai dengan aturan main yang berlaku dalam suatu sistem persaingan bebas tanpa penipuan dan kecurangan”.
Sedangkan dalam pengertian luas, pertanggungjawaban sosial merupakan konsep yang
lebih “manusiawi”, dimana suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. Oleh karena itu, dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi – termasuk di dalamnya organisasi bisnis, wajib menjunjung tinggi moralitas. Dengan demikian, kendati tidak ada aturan hukum atau etika masyarakat yang mengatur, tanggung jawab sosial bisa di laksanakan dalam berbagai situasi dengan mempertimbangkan hasil terbaik atau yang paling sedikit merugikan stakeholder-nya. Tindakan tepat yang dilakukan oleh perusahaan akan memberikan manfaat bagi masyarakat (Edwin Mirfazli dan Nurdiono, 2007).
Akuntansi Sosial Ekonomi (Socio Economic Accounting) atau sering disebut dengan akuntansi sosial merupakan fenomena baru dalam ilmu akuntansi. Akuntansi sosial memiliki perbedaan dengan akuntansi konvensional. Dalam akuntansi konvensional yang menjadi fokus perhatian adalah pencatatan dan pengukuran terhadap kegiatan ataudampak yang timbul akibat hubungan perusahaan dengan pelanggan, sedangkan akuntansi sosial merupakan sub disiplin dari ilmu akuntansi yang melakukan proses pengukuran dan pelaporan dampak-dampak sosial perusahaan.
Jadi, dalam akuntansi konvensional tidak sepenuhnya mengakomodasi unsur tanggung jawab sosial perusahaan. Seluruh pelaksanaan tanggung jawab sosial yang telah dilaksanakan oleh perusahaan akan disosialisasikan kepada publik, salah satunya melalui pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perusahaan. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) secara implisit menjelaskan bahwa laporan tahunan harus mengakomodasi kepentingan para pengambil keputusan. Penjelasan tersebut ditulis dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 tahun 2004, paragraf kesembilan :
“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”.
Dalam proses pelaporan keuangan tahunan perusahaan, pengungkapan/disclosure merupakan aspek pelaporan yang kualitatif, yang sangat diperlukan pemakai informasi laporan keuangan. Karena sifatnya yang kualitatif sehingga formatnya tidak terstruktur, yang dapat terjadi secara langsung dalam laporan keuangan tahunan perusahaan melalui penjudulan yang tepat, catatan atas laporan keuangan ataupun berbagai sisipan seperti catatan kaki.
Pengungkapan didefinisikan sebagai penyediaan sejumlah informasi yang di butuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal efisien (Hendriksen, 1996, dalam Zuhroh dan I Putu Pande, 2003). Pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory), yaitu pengungkapan informasi yang wajib dilakukan oleh perusahaan yang didasarkan pada peraturan atau standar tertentu, dan ada yang bersifat sukarela (voluntary), yang merupakan pengungkapan informasi melebihi persyaratan minimum dari peraturan yang berlaku. Tujuan pengungkapan menurut Securities Exchange Comission (SEC) dikategorikan menjadi dua, yaitu :
1) protective disclosure yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap investor, dan
2) informative disclosure yang bertujuan memberikan informasi yang layak kepada pengguna laporan (Wolk, Francis, dan Tearney, dalam Utomo, 2000, dalam Zuhroh dan I Putu Pande, 2003).
Informasi mengenai pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan yang di uraikan dalam laporan tahunan akan dapat dipahami dan tidak menimbulkan salah interpretasi apabila laporan tahunan tersebut dilengkapi dengan pengungkapan sosial yang memadai.
Memberikan informasi yang memadai diharapkan akan dapat berguna bagi pengambilan
keputusan oleh pihak-pihak pengguna laporan keuangan.
Daftar Pustaka:
Edwin Mirfazli dan Nurdiono, 2007. Evaluasi Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban Sosial Pada Laporan Tahunan Perusahaan Dalam Kelompok Aneka Industri Yang Go Publik di BEJ. Dosen Jurusan - Akuntansi, FE Unila
Husnan, Suad (2003) “Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”, Edisi Pertama UPP-AMP YKPN, Yogyakarta
Ikatan Akuntan Indonesia (2002): Standar Akuntansi Keuangan: Salemba Empat, Jakarta.
Zuhroh, Diana dan I Putu Pande Heri S. 2003. Analisis Pengaruh Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi Investor. Makalah dipresentasikan dalam Simposium nasional Akuntansi VI
Seorang fundamentalis dibidang ini, Milton Friedman, menyatakan : “Ada satu dan hanya satu tanggung jawab perusahaan, yaitu menggunakan kekayaan yang dimilikinya untuk meningkatkan laba sepanjang sesuai dengan aturan main yang berlaku dalam suatu sistem persaingan bebas tanpa penipuan dan kecurangan”.
Sedangkan dalam pengertian luas, pertanggungjawaban sosial merupakan konsep yang
lebih “manusiawi”, dimana suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. Oleh karena itu, dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi – termasuk di dalamnya organisasi bisnis, wajib menjunjung tinggi moralitas. Dengan demikian, kendati tidak ada aturan hukum atau etika masyarakat yang mengatur, tanggung jawab sosial bisa di laksanakan dalam berbagai situasi dengan mempertimbangkan hasil terbaik atau yang paling sedikit merugikan stakeholder-nya. Tindakan tepat yang dilakukan oleh perusahaan akan memberikan manfaat bagi masyarakat (Edwin Mirfazli dan Nurdiono, 2007).
Akuntansi Sosial Ekonomi (Socio Economic Accounting) atau sering disebut dengan akuntansi sosial merupakan fenomena baru dalam ilmu akuntansi. Akuntansi sosial memiliki perbedaan dengan akuntansi konvensional. Dalam akuntansi konvensional yang menjadi fokus perhatian adalah pencatatan dan pengukuran terhadap kegiatan ataudampak yang timbul akibat hubungan perusahaan dengan pelanggan, sedangkan akuntansi sosial merupakan sub disiplin dari ilmu akuntansi yang melakukan proses pengukuran dan pelaporan dampak-dampak sosial perusahaan.
Jadi, dalam akuntansi konvensional tidak sepenuhnya mengakomodasi unsur tanggung jawab sosial perusahaan. Seluruh pelaksanaan tanggung jawab sosial yang telah dilaksanakan oleh perusahaan akan disosialisasikan kepada publik, salah satunya melalui pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perusahaan. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) secara implisit menjelaskan bahwa laporan tahunan harus mengakomodasi kepentingan para pengambil keputusan. Penjelasan tersebut ditulis dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 tahun 2004, paragraf kesembilan :
“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”.
Dalam proses pelaporan keuangan tahunan perusahaan, pengungkapan/disclosure merupakan aspek pelaporan yang kualitatif, yang sangat diperlukan pemakai informasi laporan keuangan. Karena sifatnya yang kualitatif sehingga formatnya tidak terstruktur, yang dapat terjadi secara langsung dalam laporan keuangan tahunan perusahaan melalui penjudulan yang tepat, catatan atas laporan keuangan ataupun berbagai sisipan seperti catatan kaki.
Pengungkapan didefinisikan sebagai penyediaan sejumlah informasi yang di butuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal efisien (Hendriksen, 1996, dalam Zuhroh dan I Putu Pande, 2003). Pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory), yaitu pengungkapan informasi yang wajib dilakukan oleh perusahaan yang didasarkan pada peraturan atau standar tertentu, dan ada yang bersifat sukarela (voluntary), yang merupakan pengungkapan informasi melebihi persyaratan minimum dari peraturan yang berlaku. Tujuan pengungkapan menurut Securities Exchange Comission (SEC) dikategorikan menjadi dua, yaitu :
1) protective disclosure yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap investor, dan
2) informative disclosure yang bertujuan memberikan informasi yang layak kepada pengguna laporan (Wolk, Francis, dan Tearney, dalam Utomo, 2000, dalam Zuhroh dan I Putu Pande, 2003).
Informasi mengenai pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan yang di uraikan dalam laporan tahunan akan dapat dipahami dan tidak menimbulkan salah interpretasi apabila laporan tahunan tersebut dilengkapi dengan pengungkapan sosial yang memadai.
Memberikan informasi yang memadai diharapkan akan dapat berguna bagi pengambilan
keputusan oleh pihak-pihak pengguna laporan keuangan.
Daftar Pustaka:
Edwin Mirfazli dan Nurdiono, 2007. Evaluasi Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban Sosial Pada Laporan Tahunan Perusahaan Dalam Kelompok Aneka Industri Yang Go Publik di BEJ. Dosen Jurusan - Akuntansi, FE Unila
Husnan, Suad (2003) “Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”, Edisi Pertama UPP-AMP YKPN, Yogyakarta
Ikatan Akuntan Indonesia (2002): Standar Akuntansi Keuangan: Salemba Empat, Jakarta.
Zuhroh, Diana dan I Putu Pande Heri S. 2003. Analisis Pengaruh Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi Investor. Makalah dipresentasikan dalam Simposium nasional Akuntansi VI
Contoh Perusahaan yang menerapkan CSR dan Tantangan yang dihadapi serta Strategi yang digunakan.
Contoh Perusahaan yang menerapkan CSR dan Tantangan yang dihadapi serta Strategi yang digunakan.
Oleh:
Oldy Arnoldy(C2B008061)
Magister Manajemen Universitas Jambi
Angkatan 10 – Kelas Malam
Riset dan penelitian menunjukkan, bahwa praktik CSR yang dilakukan perusahaan, kini tidak hanya sekedar mencegah risiko reputasi saja, melainkan berpeluang dalam membangun pertumbuhan (growth). Sebuah studi yang dilakukan IBM baru-baru ini kepada 250 orang pemimpin bisnis di seluruh dunia juga menegaskan adanya tren ini. Berikut ini adalah beberapa temuan penting dari studi tersebut:
◦ 68 persen dari bisnis yang disurvei sudah berfokus pada aktivitas CSR, dan 54 persen diantaranya percaya bahwa CSR akan memberikan keunggulan bagi mereka.
◦ Meskipun konsumen yang mendorong adanya CSR, namun nyatanya 76 persen dari responden mengaku bahwa mereka tidak memahami apa yang menjadi perhatian CSR konsumen. Bahkan hanya 17 persen yang benar-benar bertanya.
◦ 3/4 responden mengaku bahwa jumlah informasi tentang mereka yang dikumpulkan oleh kelompok advokasi meningkat dalam tiga tahun terakhir.
Menurut George Pohle dan Jeff Hittner dari IBM, terdapat tiga dinamika yang harus dipahami oleh perusahaan dalam keterlibatannya dengan CSR:
Information – From Visibility to Transparency
Supaya terjalin hubungan yang lebih baik dengan konsumen maupun stakeholder, maka perusahaan harus mengadopsi teknologi maupun praktek bisnis yang memungkinkan para stakeholder untuk memperoleh informasi kapanpun dan dimanapun mereka berada, Misalnya, perusahaan perusahaan infrastruktur memungkinkan pelanggan untuk berpindah sumber energi berdasarkan ketersediaan sumber yang paling ramah lingkungan secara real time. Atau telepon seluler yang dapat men-scan bar code produk supaya memunculkan informasi yang diinginkan pengguna, mulai dari bahan-bahan hingga energi yang digunakan untuk membuatnya.
Jika sebelumnya transparansi dan akuntabilitas memang jarang diimplementasikan di masa lalu, namun kini menjadi sebuah tantangan bagi perusahaan yang terlibat dengan banyak pihak. Ini bukan hanya masalah menyediakan informasi lebih banyak, melainkan informasi yang bernar. Perusahaan yang memberikan informasi relevan akan memenangkan kepercayaan dari konsumen, sehingga tercipta platform pertumbuhan yang kuat.
Impact on Business – From Cost t Growth
Perusahaan memandang CSR sebagai biaya izin untuk berbisnis di pasaran. Karena jika mereka gagal memenuhi regulasi lokal maupun global, maka reputasi merek ataupun perusahaan jadi taruhannya. Namun, kini perusahaan mulai memandang CSR sebagai sarana dalam menemukan ide produk baru, diferensiasi, menekan biaya, mempercepat entry pasar, dan menempatkan mereka dalam posisi yang lebih baik dalam talent wars.
CEMEX misalnya, menyediakan diskon bagi pelanggan dengan pendapatan rendah dan membolehkan mereka untuk membayar material secara mingguan. Ini memungkinkan pelanggan untuk mengakses material berkualitas tinggi dengan harga sekitar 2/3nya saja. Nyatanya, in
i justru memperluas pasar dan mendorong penjualan CEMEX. Segmen ini tumbuh 250% per tahunnya.
Perusahaan juga memandang bahwa inisiatif CSR dapat mengurangi struktur biaya secara keseluruhan ataupun meningkatkan produktivitas. Canadian pulp and paper, misalnya, berhasil mengurangi emisinya sebanyak 70% dan energi sebanyak 21% sejak 1990. Pada 2005 dan 2006, perusahaan berhasil menghemat sebanyak $4.4 juta untuk pengurangan konsumsi bahan bakar sebesar 2%.
Relationships - From Containment To Engagement
Salah satu cara untuk memenuhi ekspektasi stakeholder adalah dengan menjalin hubungan secara kontinu. Misalnya, sebuah bisnis global yang berusaha untuk memonitor kondisi kerja dan standar lingkungan melalui supply chain di Asia Tenggara. Kemudian pada saat yang sama, NGO juga berfokus pada meningkatkan HAM dan memastikan bahwa bisnis mematuhi standar lingkungan masyarakat.
Meskipun perusahaan dan NGO kadang menjadi oposisi, namun sesungguhnya melalui kolaborasi mereka sama-sama bisa mencapai tujuannya. Bisnis dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki NGO untuk memonitor, mengedukasi, serta meningkatkan operasi dari supplier. Sehingga perusahaan dapat menekan biaya yang seharusnya terjadi. Sementara itu, NGO juga mengambil manfaat karena mereka memperoleh akses serta memperoleh hasil lebih mudah.
Misalnya, Marks & Spencer, setelah serangkaian skandal makanan di Inggris yang membuat konsumen skeptis, mereka meluncurkan kampanye “Behind The Label” yang memberikan edukasi kepada 16 juta pelanggan mengenai semua yang dilakukan perusahaan berkaitan dengan isu lingkungan dan sosial. M&S juga bekerjasama dengan NGO Oxfam untuk mengembangkan program dimana pelanggan bisa mendonasikan pakaiannya ke toko amal Oxfam serta memperoleh diskon untuk membeli pakaian baru di M&S. Mereka juga bekerjasama dengan para supplier untuk meningkatkan transparansi, dimana daging yang digunakan bisa dilacak langsung kepada sapi mana yang digunakan. Begitu pula dengan pakaian. Hasilnya, M&S berhasil memperbarui mereknya lagi, dengan pendapatan menguat 10% dan laba naik 22% pada 2006 hingga 2007.
Sumber Bacaan :
Rinella Putri, 2008. Strategi CSR Juga Mendorong Growth.
http://vibiznews.com/journal.php?id=104&page=str_mgt
Oleh:
Oldy Arnoldy(C2B008061)
Magister Manajemen Universitas Jambi
Angkatan 10 – Kelas Malam
Riset dan penelitian menunjukkan, bahwa praktik CSR yang dilakukan perusahaan, kini tidak hanya sekedar mencegah risiko reputasi saja, melainkan berpeluang dalam membangun pertumbuhan (growth). Sebuah studi yang dilakukan IBM baru-baru ini kepada 250 orang pemimpin bisnis di seluruh dunia juga menegaskan adanya tren ini. Berikut ini adalah beberapa temuan penting dari studi tersebut:
◦ 68 persen dari bisnis yang disurvei sudah berfokus pada aktivitas CSR, dan 54 persen diantaranya percaya bahwa CSR akan memberikan keunggulan bagi mereka.
◦ Meskipun konsumen yang mendorong adanya CSR, namun nyatanya 76 persen dari responden mengaku bahwa mereka tidak memahami apa yang menjadi perhatian CSR konsumen. Bahkan hanya 17 persen yang benar-benar bertanya.
◦ 3/4 responden mengaku bahwa jumlah informasi tentang mereka yang dikumpulkan oleh kelompok advokasi meningkat dalam tiga tahun terakhir.
Menurut George Pohle dan Jeff Hittner dari IBM, terdapat tiga dinamika yang harus dipahami oleh perusahaan dalam keterlibatannya dengan CSR:
Information – From Visibility to Transparency
Supaya terjalin hubungan yang lebih baik dengan konsumen maupun stakeholder, maka perusahaan harus mengadopsi teknologi maupun praktek bisnis yang memungkinkan para stakeholder untuk memperoleh informasi kapanpun dan dimanapun mereka berada, Misalnya, perusahaan perusahaan infrastruktur memungkinkan pelanggan untuk berpindah sumber energi berdasarkan ketersediaan sumber yang paling ramah lingkungan secara real time. Atau telepon seluler yang dapat men-scan bar code produk supaya memunculkan informasi yang diinginkan pengguna, mulai dari bahan-bahan hingga energi yang digunakan untuk membuatnya.
Jika sebelumnya transparansi dan akuntabilitas memang jarang diimplementasikan di masa lalu, namun kini menjadi sebuah tantangan bagi perusahaan yang terlibat dengan banyak pihak. Ini bukan hanya masalah menyediakan informasi lebih banyak, melainkan informasi yang bernar. Perusahaan yang memberikan informasi relevan akan memenangkan kepercayaan dari konsumen, sehingga tercipta platform pertumbuhan yang kuat.
Impact on Business – From Cost t Growth
Perusahaan memandang CSR sebagai biaya izin untuk berbisnis di pasaran. Karena jika mereka gagal memenuhi regulasi lokal maupun global, maka reputasi merek ataupun perusahaan jadi taruhannya. Namun, kini perusahaan mulai memandang CSR sebagai sarana dalam menemukan ide produk baru, diferensiasi, menekan biaya, mempercepat entry pasar, dan menempatkan mereka dalam posisi yang lebih baik dalam talent wars.
CEMEX misalnya, menyediakan diskon bagi pelanggan dengan pendapatan rendah dan membolehkan mereka untuk membayar material secara mingguan. Ini memungkinkan pelanggan untuk mengakses material berkualitas tinggi dengan harga sekitar 2/3nya saja. Nyatanya, in
i justru memperluas pasar dan mendorong penjualan CEMEX. Segmen ini tumbuh 250% per tahunnya.
Perusahaan juga memandang bahwa inisiatif CSR dapat mengurangi struktur biaya secara keseluruhan ataupun meningkatkan produktivitas. Canadian pulp and paper, misalnya, berhasil mengurangi emisinya sebanyak 70% dan energi sebanyak 21% sejak 1990. Pada 2005 dan 2006, perusahaan berhasil menghemat sebanyak $4.4 juta untuk pengurangan konsumsi bahan bakar sebesar 2%.
Relationships - From Containment To Engagement
Salah satu cara untuk memenuhi ekspektasi stakeholder adalah dengan menjalin hubungan secara kontinu. Misalnya, sebuah bisnis global yang berusaha untuk memonitor kondisi kerja dan standar lingkungan melalui supply chain di Asia Tenggara. Kemudian pada saat yang sama, NGO juga berfokus pada meningkatkan HAM dan memastikan bahwa bisnis mematuhi standar lingkungan masyarakat.
Meskipun perusahaan dan NGO kadang menjadi oposisi, namun sesungguhnya melalui kolaborasi mereka sama-sama bisa mencapai tujuannya. Bisnis dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki NGO untuk memonitor, mengedukasi, serta meningkatkan operasi dari supplier. Sehingga perusahaan dapat menekan biaya yang seharusnya terjadi. Sementara itu, NGO juga mengambil manfaat karena mereka memperoleh akses serta memperoleh hasil lebih mudah.
Misalnya, Marks & Spencer, setelah serangkaian skandal makanan di Inggris yang membuat konsumen skeptis, mereka meluncurkan kampanye “Behind The Label” yang memberikan edukasi kepada 16 juta pelanggan mengenai semua yang dilakukan perusahaan berkaitan dengan isu lingkungan dan sosial. M&S juga bekerjasama dengan NGO Oxfam untuk mengembangkan program dimana pelanggan bisa mendonasikan pakaiannya ke toko amal Oxfam serta memperoleh diskon untuk membeli pakaian baru di M&S. Mereka juga bekerjasama dengan para supplier untuk meningkatkan transparansi, dimana daging yang digunakan bisa dilacak langsung kepada sapi mana yang digunakan. Begitu pula dengan pakaian. Hasilnya, M&S berhasil memperbarui mereknya lagi, dengan pendapatan menguat 10% dan laba naik 22% pada 2006 hingga 2007.
Sumber Bacaan :
Rinella Putri, 2008. Strategi CSR Juga Mendorong Growth.
http://vibiznews.com/journal.php?id=104&page=str_mgt
Langganan:
Postingan (Atom)